SEMARANG, beritajateng.tv – Bank Indonesia Jawa Tengah (BI Jateng) menggelar diskusi dan bedah buku bertema “Refleksi Tiga Zaman: Sejarah, Sains, dan Filsafat Menuju Bangsa Beradab”.
Kegiatan ini menjadi sesi pamungkas dari rangkaian serial bedah buku yang sejak awal, untuk memperluas cara pandang tentang pembangunan ekonomi yang lebih manusiawi.
Kepala Perwakilan BI Jateng, Rahmat Dwisaputra, membuka diskusi dengan mengajak peserta melihat ekonomi dari sisi yang jarang tersentuh.
Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak selayaknya hanya berorientasi pada keuntungan dan persaingan. Menurutnya, fondasi ekonomi beradab justru terletak pada pemahaman etika, sejarah, dan cara berpikir ilmiah yang jernih.
Rahmat menilai, banyak praktik ekonomi saat ini terjebak pada upaya memperkaya diri secepat mungkin, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Padahal, kata dia, sejarah bangsa menunjukkan bahwa ekonomi yang sehat tumbuh dari prinsip keadilan.
BACA JUGA: BI Jateng Pastikan Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru Tetap Terkendali
“Ekonomi tidak sekadar bagaimana seseorang memperoleh keuntungan atau mengalahkan pesaing. Ekonomi harus berjalan dengan etika, dengan memahami sejarah bangsa, dan tidak menindas yang lemah,” ungkap Rahmat dalam forum tersebut.
Ia juga mengaitkan pemikiran Syahbudin Gus Mulyadi yang menilai bahwa sains tidak selalu lahir dari penelitian formal. Menurutnya, kearifan lokal pun bisa menjadi dasar ilmiah apabila ditopang cara berpikir yang logis. Pandangan ini, kata Rahmat, perlu dipahami masyarakat agar ilmu pengetahuan tidak dianggap eksklusif.
Dalam diskusi tersebut, Rahmat menyinggung penelitian Prof Derry mengenai Pangeran Diponegoro.
Ia menjelaskan bagaimana Perang Jawa pada 1825–1830 tidak hanya mengguncang kekuasaan kolonial. Tetapi juga membuat VOC hampir bangkrut hingga pemerintah Belanda menerapkan sistem tanam paksa untuk menutup kerugian.













