SEMARANG, beritajateng.tv – Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah sebesar 4,02 persen belum optimal untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Kalau mendorong konsumsi atau kesejahteraan kan masih relatif bisa. Tapi tetap relatifnya tidak bisa yang optimal lah,” ujar Wahyu, Minggu, 26 November 2023.
Angka 4,02 persen itu, lanjut Wahyu, memang terlihat relatif kecil daripada dengan kenaikan UMP di Provinsi lainnya, khususnya di pulau Jawa.
Kendati demikian, angka tersebut rasa-rasanya telah sesuai perhitungan jika mengacu PP No. 51 Tahun 2023 yang menjadi acuan baru.
“Memang kita sudah tidak menggunakam formula inflasi plus pertumbuhan ekonomi, ya, karena di PP No. 51 Tahun 2023 itu penentuannya oleh nilai alfa, semacam koefisien untuk penyesuaian yang merupakan proporsi dari pertumbuhan ekonomi,” bebernya.
Sehingga, perhitungan itu, menurutnya, mendekati angka 4,02 persen. Terlebih, Provinsi Jawa Tengah hingga kuartal III mengalami pertumbuhan ekonomi 5,07 persen dengan inflasi per Oktober 2023 sebesar 2,71 persen.
“Dikalikan koefisien alfa yang besarannya maksimum itu 0,3. Kalau 0,3 kali 5,07 persen (pertumbuhan ekonomi) kemudian tambah inflasi 2,7 persen memang ketemunya mendekati 4,02 persen. Jelas secara aturan tidak salah karena sudah mengikuti formula PP 51 Tahun 2023,” sambungnya.
Kendati demikian, pihaknya berharap ada ketentuan lain yang dapat menjadi pertimbangan dalam perhitungan UMP 2024. Sehingga, lanjut Wahyu, kenaikan UMP 2024 di Jawa Tengah bisa lebih tinggi dari angka 4,02 persen.