DEPOK, beritajateng.tv – Perwakilan Ketua Majelis Syuro PKS, Mohamad Sohibul Iman, menyinggung terkait fenomena “gemoy” yang kini dikaitkan dengan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Mulanya, ia merujuk pada kutipan dari buku How Democracies Die karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Sohibul menyatakan bahwa saat ini demokrasi tidaklah mati karena kudeta militer.
“Kejadian semacam itu sangat jarang terjadi. Akan tetapi, kini demokrasi mati karena pemimpin-pemimpin yang sebelumnya tak jelas pandangannya tentang demokrasi sebelum mereka memimpin,” ujar Sohibul dalam sambutannya di acara Kick Off Kampanye Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Minggu, 26 November 2023.
BACA JUGA: Sebut Jawaban Prabowo Tidak Nyambung, Warganet: Jawabannya Malah Pembiayaan Guru
Sohibul menegaskan bahwa situasi semacam ini tak boleh terus berlanjut. Untuk itu, ia mengungkapkan bahwa PKS telah mengemban peran memperkenalkan politik gagasan.
“Oleh karena itu, PKS mendorong konsep politik gagasan ini untuk menangani situasi yang tidak diharapkan,” imbuhnya.
Selanjutnya, ia juga menyinggung kondisi politik saat ini, terutama terkait fenomena ‘gemoy’ yang kerap publik asosiasikan dengan sosok Prabowo Subianto.
“Saya sangat prihatin, dalam memenangkan demokrasi, kompetisi demokrasi kini dipenuhi oleh berbagai gimik. Kini ada istilah gemoy, santuy, seakan-akan pemimpin negara haruslah mereka yang gemoy-gemoy. Gemoy saya tidak mengerti apa itu, maksudnya apa? Gemoy atau santuy ini tentu sesuatu yang tidak sehat,” tegasnya.
Awal mula peralihan citra Prabowo Subianto menjadi gemoy
Calon Presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto, tampak mengalami perubahan citra dalam Pilpres keempat yang ia ikuti. Meskipun terkenal sebagai sosok yang sangat tegas, Prabowo kini lebih sering ramai dengan sebutan gemoy.