Nasional

Ancaman Homeless Media dan Tantangan Jurnalisme Digital: Kecepatan Informasi vs Etika Jurnalistik

×

Ancaman Homeless Media dan Tantangan Jurnalisme Digital: Kecepatan Informasi vs Etika Jurnalistik

Sebarkan artikel ini
Homeless Media
Jurnalis First Post asal India, Palki Sharma, dalam Voices of Tomorrow Session: Digital Journalism and Multimedia Storytelling, Sabtu, 20 September 2025. (Foto: YouTube/ India News Desk)

Ia menekankan pentingnya literasi digital agar masyarakat bisa memahami perbedaan antara jurnalisme warga dengan praktik jurnalistik profesional. Dengan begitu, publik lebih bijak membedakan mana informasi kredibel dan mana sekadar unggahan viral.

Media harus ada di tengah, namun tetap berpihak pada kepentingan masyarakat

Lebih jauh, jurnalis Narasi TV, Laban Laisila, menilai tidak bisa menyamakan keberpihakan media dengan akun citizen journalism atau homeless media yang kerap untuk menggaungkan agenda tertentu atau bahkan menjadi buzzer. Media massa, kata Laban, semestinya berdiri di tengah, bukan di kanan atau kiri, melainkan berpihak pada kepentingan publik.

Ia mencontohkan kampanye digital yang Narasi TV usung, seperti “Indonesia Darurat” dan “17+8” lewat fitur add yours di Instagram Story. Tren tersebut, menurutnya, bukan sekadar konten viral, melainkan upaya mengajak audiens ikut menyuarakan isu penting dengan cara yang dekat dengan keseharian pengguna media sosial.

“Secara politik memang kita tidak boleh berpihak ke satu sisi. Tapi saya percaya kita harus berpihak pada kepentingan publik. Itulah yang membuat media bisa tetap berada di tengah,” ujar Laban.

BACA JUGA: Representasi Perempuan dalam Politik Minim, Jurnalis Asal India Dorong Jurnalisme Peka Gender

Keberpihakan itu, lanjutnya, tak jarang membuat Narasi TV menjadi sasaran serangan digital.

“Bukan tidak mungkin, karena kita berpihak pada publik, kita justru dapat serangan. Narasi bahkan pernah International Federation of Journalists catat sebagai media dengan kasus serangan digital terbesar di dunia,” ungkapnya.

Kendati begitu, ia menilai harus menghadapi risiko itu sebagai bagian dari pekerjaan jurnalis.

“Kampanye atau serangan digital adalah hal yang wajar. Itu konsekuensi karena kita membela kepentingan publik. Risiko perlu kita mitigasi, tapi tidak perlu kita takuti,” pungkas Laban. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan