Baginya, kematangan dan kesiapan secara mental maupun material menjadi hal penting dalam pernikahan. Ia menduga, angka perceraian tinggi di wilayah tersebut bisa saja terjadi sebab pasangan suami istri yang belum memenuhi aspek tersebut.
“Kalau usia ideal tidak ada patokan karena kematangan dan kesiapan seseorang yang menjadi penentu dari sudut pandang psikologi. Ada orang berumur 30 tahun belum siap karena belum punya rumah, ada juga yang baru umur 25 tahun tetapi sudah siap secara mental dan finansial,” bebernya.
BACA JUGA: KASN Soroti Perselingkuhan ASN, Psikolog Ungkap Komunikasi Intens di Kantor jadi Pemicu
Lebih lanjut, pendidikan pra nikah menjadi kunci penting menurutnya untuk mengurangi angka perceraian. Lantaran, melalui pendidikan pra nikah, calon pengantin setidaknya memiliki gambaran mendasar perihal apa yang akan mereka hadapi di kemudian hari.
“Minimal mereka punya pandangan awal tentang pernikahan. Sehingga mereka menyadari kalau pernikahan bukan hanya legalitas hubungan seks saja, tetapi ada tanggung jawab besar setelah itu,” ujarnya.
Ia meyakini, angka perceraian dapat berkurang jika Pemerintah tegas melalukan pendidikan pra menikah. Pasalnya, dalam pendidikan tersebut calon pengantin akan beroleh edukasi, khususnya terkait permasalahan yang timbul di rumah tangga.
“Di pendidikan pra menikah itu kan nanti ditanya kembali tujuan menikah masing-masing, kemudian diajari mengatur keuangan hingga mengurus anak,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi