Menurut hematnya, sarung tak berbeda dengan peci hitam yang sudah menjadi identitas nasional. “Ya, semacam peci ya. Peci itu kan ditetapkan untuk adat Indonesia, kan? Peci hitam loh, ya, bukan peci putih,” ujar dia.
Ia membenarkan aturan pemakaian sarung itu juga berlaku bagi ASN nonmuslim. “Iya, [ASN nonmuslim] pakai sarung,” jelas dia.
Menanggapi banyaknya protes dan kritik perihal penggunaan sarung, Gus Yasin menyebut hal itu sesuatu yang wajar. Namun, ia menekankan pengenaan sarung batik itu bertujuan untuk menumbuhkan UMKM di Jawa Tengah.
BACA JUGA: Hari Sarung Nasional, Pemuda Kendal Ini Satu-satunya yang Sarungan saat Wisuda UGM
“Ya wajarlah ya [ada protes]. Jadi kalau protes itu dinamis, ada yang setuju atau enggak setuju, tapi kalau kita berbicara untuk menumbuhkan UMKM, siapa yang enggak setuju?” pungkasnya.
Sebelumnya, aturan pemakaian sarung itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Tengah Nomor B/800.1.12.5/83/2025 tertanggal 31 Oktober 2025. Diketahui, SE itu menetapkan perihal Pakaian Dinas Harian (PDH) ASN Pemprov Jawa Tengah yang baru.
Dalam SE tersebut tertulis bahwa setiap Jumat ASN laki-laki dianjurkan memakai bawahan sarung batik sebagai bagian dari identitas budaya daerah.
“Ketentuan khusus untuk penggunaan PDH khas Jawa Tengah bagi ASN pria dengan alternatif berupa kemeja kerah berdiri atau kemeja kerah shanghai lengan panjang dan/atau pendek warna putih dengan bawah sarung batik; atasan batik/lurik/tenun lengan panjang dan/atau pendek dengan bawahan sarung batik; pegawai pria dapat menggunakan peci, dan alasa kaki berupa sandal selop/sandal gunung/sepatu,” sebagaimana termaktub di dalam SE itu. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













