SEMARANG, beritajateng.tv – Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman budaya yang kaya, tidak hanya memiliki beragam bahasa dan dialek lisan, tetapi juga memiliki keunikan dalam bahasa isyarat di setiap daerahnya. Salah satunya yang mengembangkan bahasa tersebut ialah Teman Tuli.
Secara umum, bahasa isyarat di setiap daerah di Indonesia telah berkembang secara mandiri, mencerminkan perbedaan budaya, adat istiadat, dan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Tak heran, apabila terdapat perbedaan bahasa isyarat di masing-masing daerah.
Hal tersebut diakui oleh Stevanus Ming, salah satu juru bahasa isyarat (JBI) asal Semarang. Menurutnya, seperti bahasa daerah di mana tiap daerah memiliki logat berbeda, bahasa isyarat pun demikian.
“Saya pernah dipanggil untuk jadi JBI di Tegal, kemudian saya tanya kalo saya pakai budaya Semarang gimana? Jadi memang bahasa isyarat itu terkait budaya,” ungkapnya kepada beritajateng.tv, hari Senin (22/5/2023).
BACA JUGA: Lebih Dekat dengan Stevanus Ming, Teman Dengar yang Jadi Juru Bahasa Isyarat
Meski terdapat perbedaan, menurut Koh Aming sapaan akrabnya, Teman Tuli tetap berkomunikasi menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
“Intinya BISINDO itu bahasa ibu sebetulnya, kaya kita waktu kecil, ada isyarat mandi dan makan, kita bisa paham karena itu bahasa ibu, yang kemudian oleh teman-teman tuli dikembangkan sesuai daerah, jadi BISINDO memang tidak bisa dipukul rata,” lanjutnya.
Aming mengambil contoh, terdapat bahasa isyarat yang berbeda untuk kata ‘kelas’ untuk Semarang dan Bali. Ia kemudian memeragakan dua bahasa isyarat yang sangat berbeda, meski memiliki arti yang sama.
Tak hanya kata, lanjut Aming, bahkan untuk isyarat abjad dan huruf tiap daerah pun bisa memiliki perbedaan.