“Saya pernah diundang pameran Kemenkuham di Wonosobo, abjadnya ada perbedaan lagi. Misal abjad ‘r’ dan ‘b’, itu beda banget,” jelasnya sambil memeragakan bahasa isyarat tiap daerah.
Teman Tuli Saling Mengerti Melalui Ekspresi
Meski terdapat perbedaan, namun Teman Tuli masih tetap dapat berkomunikasi dengan teman dari daerah lainnya. Kata Aming, hal tersebut karena isyarat tangan hanyalah bantuan.
“Tapi mereka tetap paham karena ada ekspresi, gestur, gerakan tangan, dan juga verbal,” ungkapnya.
Aming tak menyangkal bahwa kemampuan Teman Tuli memiliki perbedaan. Bahkan tak jarang Aming menemui Teman Tuli yang juga tidak bisa bahasa isyarat.
“Kemampuan Teman Tuli itu berbeda-beda, ada yang bisa bahasa isyarat tapi tidak bisa verbal, ada yang tidak bisa bahasa isyarat tapi bisa verbal, ada yang bisa keduanya, ada yang tidak bisa keduanya,” lanjutnya.
BACA JUGA: Gerkatin, Rangkul Teman Tuli dalam Memperjuangkan Kesetaraan
Terkait Teman Tuli yang tidak bisa bahasa isyarat maupun verbal, Aming biasanya menjumpai pinggiran kota. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan akses ke sekolah luar biasa (SLB) yang sulit dijangkau. Oleh karena itu, ia menekankan peran orang tua Teman Tuli untuk mau belajar bahasa isyarat sehingga dapat mengajarkan ke anaknya.
“Karena masuk sekolah agak susah, SLB swasta tidak murah, SLB negeri antriannya panjang. Akhirnya apa? Harus ada dukungan dari orang tua. Saya selalu menyampaikan, kalo bisa yang belajar bahasa isyarat orang tuanya, jadi orang tua bisa mengajarkan ke anaknya,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi