SEMARANG, beritajateng.tv – Warga dari berbagai daerah di Jawa Tengah menyerukan kepada pemerintah agar menghentikan proyek-proyek ekstraktif yang dinilai memperparah kerusakan lingkungan dan berpotensi memicu bencana.
Seruan tersebut mengemuka dalam Sarasehan Hari Antikorupsi Sedunia “Korupsi dan Darurat Iklim” yang berlangsung di Gedung Balai Bahasa Semeru Kota Semarang pada Kamis, 18 Desember 2025.
Desakan itu menguat menyusul terjadinya bencana besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Warga menilai rangkaian bencana tersebut berkaitan erat dengan praktik penggundulan hutan serta kebijakan pembangunan yang mengabaikan daya dukung lingkungan.
Kekhawatiran serupa juga dirasakan di Jawa Tengah, terutama terkait aktivitas pertambangan dan sejumlah proyek strategis nasional. Salah satu yang disorot adalah proyek strategis di daerah pesisir.
Haryono, nelayan yang terdampak keberadaan PLTU Batang, menyebut pembangunan PLTU telah mengganggu sumber penghidupan warga.
“Pengairan di Sungai Roban itu dibendung dialirkan ke kawasan industri. Sehingga yang di darat itu dari warga itu enggak bisa nanamin padi apa apa gitu. Krisis pengairan,” katanya.
BACA JUGA: Imbas Aktivitas Tambang, Petani: Kerusakan Pegunungan Kendeng Sudah di Ambang Bencana
Di laut, lanjut Haryono, nelayan juga kesulitan melaut karena aktivitas kapal-kapal industri yang membatasi ruang tangkap ikan. Selain itu, abrasi pesisir semakin parah. Dalam kurun lima tahun terakhir, sekitar 45 meter wilayah pesisir telah terkikis.
“Dari awal peletakan batu pertama tahun 2012 enggak ada sosialisasi sama sekali,” ujarnya seraya menambahkan belum ada kompensasi bagi warga terdampak.
Keluhan senada terlontar dari Marzuki, nelayan Tambakrejo, Kota Semarang. Ia menyoroti ketidakpastian hukum yang nelayan hadapi, termasuk ancaman penggusuran akibat rencana pembangunan.
“Kami enggak ada kepastian hukum yang jelas. Akhirnya kalau ada TLSD pelabuhan, kami harus kena gusur,” katanya.
Menurut Marzuki, nelayan membutuhkan tempat tinggal yang dekat dengan laut karena mata pencaharian mereka bergantung pada wilayah pesisir.
“Kami enggak mau relokasi ke rusunawa; kami nelayan, kami harus dekat dengan laut,” tegasnya.
Proyek perusak lingkungan berpotensi timbulkan bencana
Selain itu, proyek perusak lingkungan yang menjadi perhatian adalah penambangan batu kapur di kawasan Pegunungan Kendeng yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.













