SEMARANG, beritajateng.tv – Tidak semua orang Katolik ingin mengabdikan hidup mereka sebagai pastor. Sebab, dengan menjadi pastor, mereka harus meninggalkan urusan dunia.
Namun, Martinus Dendo Ngara telah memilih jalan tersebut. Selama lebih dari enam tahun terakhir, pria asal Sumba, Nusa Tenggara Timur itu mantap menjalani hidupnya sebagai seorang frater atau calon pastor.
Saat ini, Martinus tengah mengabdi dan memberikan pelayanan di Roemah Difabel Semarang. Uniknya, alasan awal Martinus ingin menjadi pastor cukup unik. Yaitu ingin jalan-jalan ke luar negeri secara gratis.
“Dari pengalaaman bertemu dengan imam, ternyata mereka jadi imam itu bisa jalan-jalan, jadi motivasi awalnya malah pengin jalan-jalan ke luar negeri. Nah kalau alasan ingin melayani itu ideal sekali,“ ceritanya saat beritajateng.tv temui di Roemah Difabel Semarang, Jumat, 12 Juli 2024.
BACA JUGA: Menetap Sebulan Penuh, 4 Calon Pastor Dalami Sensibilitas Inklusi di Kota Semarang
Perjalanan Martinus menjadi frater berawal sejak 6 tahun yang lalu. Saat itu, ia yang lulus SMP memutuskan untuk mendaftar di SMA Seminari atau sekolah khusus yang dirancang untuk mempelajari cara melayani Tuhan.
Pria berusia 27 tahun ini menyebut, SMA Seminari sebenarnya tak jauh berbeda dari SMA pada umumnya. Hanya saja ada pelajaran khusus seperti liturgi, aturan, hingga tata cara ibadat.
“Dalam perjalanan itu akhirnya menemukan makna, ternyata panggilan sesungguhnya menjadi imam itu melayani mereka yang terpinggirkan, miskin, berkebutuhan khusus,” sambungnya.
Patuhi 3 kaul ajaran Katolik
Dipersiapkan menjadi imam umat Katolik di masa depan, frater harus mematuhi sejumlah aturan. Salah satunya aturan 3 kaul, yaitu kaul kemiskinan, kaul ketaatan, dan kaul kemurnian.
Dari ketiga kaul itu, kaul kemurnian lah yang paling terkenal. Sebab, mematuhi kaul kemurnian berarti tidak boleh menikah.
“Kaul kemiskinan kita harus hidup miskin, kaul ketaam kami harus taat pada penimpin, dan kaul kemurnian kami murni memberi diri secara utuh,” beber Martinus.