Ketua Komisi B DPRD Jateng Sarno mengaku prihatin mengetahui polemik tersebut. Ia mengakui, sekolah tanpa memungut biaya dari siswa patut mendapatkan apresiasi. Hanya saja bila semua kebijakan dipukul rata tentu akan membawa dampak negatif.
Larangan study tour membuat kegiatan belajar luar sekolah terganggu
Terkait larangan study tour, lanjutnya, sebenarnya masih bisa didialogkan dengan komite sekolah.
“Memang adanya program sekolah gratis sangat membantu siswa agar meringankan biaya pendidikan. Namun apabila sampai melarang adanya study tour untuk meminimalisir pungutan liar maka akan menjadi salah kaprah,” tandasnya.
Menurutnya, hal tersebut akan membuat problematika baru. Seperti banyak biro tour and travel kesulitan dalam segi keuangan.
“Selain itu, program kegiatan belajar luar sekolah juga ikut terganggu. Para siswa yang semestinya dapat bertandang ke universitas di lain daerah juga tidak dapat terlaksana,” terangnya.
BACA JUGA: Komisi B Dorong Pemprov Jateng Optimalkan Balai Benih dan Balai Ternak yang Mangkrak
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Syamsudin Isnaini mengatakan, kebijakan sekolah gratis juga merambah agar tidak terjadinya pungutan liar (pungli) di sekolah dengan dalih apa pun.
Terlebih mengenai study tour akan membuat ketimpangan bagi siswa yang tidak mampu.
Maka untuk menghindari adanya ketimpangan, ada larangan kegiatan study tour walaupun panitia terdiri dari komite sekolah atau orang tua siswa.
Menurutnya, salah satu cara menekan masalah ketimpangan pada SMA dan SMK Negeri adalah meniadakan subsidi silang. Hal tersebut untuk menghindari potensi bullying bagi penerima subsidi silang.
“Walaupun pengumpulan dana atau iuran secara kolektif oleh orang tua siswa, tetap pihak sekolah akan menekan agar dihentikan dan mengembalikannya ke siswa masing-masing. Mungkin adanya usulan atau aspirasi soal larangan study tour akan menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan terkait peraturan daerah yang mengatur masalah tersebut,” katanya.