“Tren ke depan ada pemanfaatan bangunan lama. Misal di kota-kota lain banyak bangunan lama yang kini menjadi kafe. Di Kota Lama juga. Itu artinya bangunan bisa multifungsi dan kolaboratif, itu tren sekarang,” ucapnya.
Ia menambahkan, banyak faktor yang membuat sebuah kafe dapat bertahan lama. Namun pada kenyataannya, banyak kafe yang gulung tikar di usia dini.
Nah, bangunan tersebut akan ditinggalkan dan kemudian datang penyewa baru. Di situlah bangunan harus punya fleksibilas baik fungsi atau tata ruang.
“Di Jogja misalnya, rasa-rasanya setiap 2-3 tahun bangunan di pinggir jalan berubah-ubah peruntukkannya. Awalnya jadi kafe, kemudian kantor, nanti jadi kafe lagi. Itu karena mereka tidak mungkin lagi bangun gedung yang baru, akhirnya kembali ke situ dengan bangunannya yang bisa multifungsi,” katanya.
Mengingat semakin terbatasnya lahan di perkotaan, lanjut Ardiyanto, arsitektur harus memperhatikan tata ruang bangunan yang punya fleksibilitas. Artinya, bangunan yang tidak hanya memiliki fungsi tunggal kini seakan menjadi sebuah kewajiban.
“Konsep-konsep itu akan semakin menjadi penekanan karena lahan kota semakin terbatas, penduduk makin banyak, dan pembangunan rumah semakin besar,” tuturnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi