Namun, hal itu tidak menjadi jaminan kampanyenya akan berjalan mulus di kota-kota besar. Wahid menyebut DKI Jakarta, dengan masyarakat yang mobilitas dan informasinya begitu masif, sebagai tantangan besar bagi Ganjar.
“Kalau di Jawa Tengah saya kira Pak Ganjar masih cukup kuat ya, karena ada dukungan struktur partai. Tetapi kemudian di wilayah perkotaan misalnya Jakarta, kemudian kota besar yang akses informasinya itu mudah, itu pasti akan menjadi catatan selama kampanye Pak Ganjar. Ini yang kemudian harus bisa diselesaikan,” bebernya.
Anggap Ganjar populis dan minim strategi, ini catatan penting untuk kampanye
Pencitraan Ganjar di media sosial membuatnya pantas menyandang predikat sebagai seorang populis. Adapun populis dapat merujuk pada sebuah pendekatan politik yang merangkul rakyat kecil untuk meraup dukungan dan simpati. Blusukan menjadi ciri khas Ganjar yang ia pamerkan di media sosial. Wahid pun membenarkan hal ini.
“Pak Ganjar itu kan selama ini populis ya. Nah, yang strategisnya ini kemudian masih menjadi pertanyaan publik sekarang. Bahwa dia bagus berkomunikasi dengan masyarakat, aktif media sosial juga iya. Tapi bagaimana strategisnya ini?” terangnya.
Untuk berkampanye dengan lebih baik, menurut Wahid, penting bagi Ganjar untuk menampilkan strategi nyata dalam menyelesaikan masalah. Terutama isu lingkungan, yang dalam tanda kutip, masih melekat erat pada sosok Ganjar Pranowo.
“Bagaimana track record kemampuan dalam menyelesaikan masalah, kemampuan untuk merumuskan sebuah gagasan yang kemudian bisa menyelesaikan persoalan. Ini yang tanda tanya ini. Kalau populis ya okelah, tetapi dari aspek strategisnya ini mesti jadi pertimbangan. Pak Ganjar harus lebih menujukkan bagaimana gagasan-gagasan tersebut,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi