Harapannya, lanjut Edy, kolaborasi dan koordinasi antara insan media dengan DP3A bisa terus terjalin agar angka kekerasan di kota Semarang semakin turun.
Edy menyebut, kasus kekerasan di Ibu Kota Jawa Tengah mayoritas terjadi di lingkungan rumah tangga, mencapai 103 kasus. “Kasus kekerasan bak fenomena gunung es, kalau mereka berani melapor. Bisa saja akan semakin terungkap banyak kasusnya,” jelas dia.
Imbau Masyarakat Berani Melapor
Dia mengimbau kepada masyarakat terutama para perempuan agar berani melapor. “Angka 155 itu mereka yang melapor, itu langsung kita tangani. Mungkin masih ada yang belum berani lapor. Maka kami minta warga jangan takut melapor, kita akan bantu tangani,” terang dia.
Terlebih, DP3A telah membentuk Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) yang akan mendampingi setiap terjadi kasus hingga tingkat kecamatan dan kelurahan.
“Semua pasti kita tangani dan itu sampai selesai. Karena kita ada pendampingan JPPA, ada juga Garpu Perak (Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak). Makanya semua elemen masyarakat kita libatkan di situ,” kata dia.
Edy mengakui jika tahun 2023 lalu kasus kekerasan di Kota Semarang mencapai 227 kasus. Sedangkan di semester pertama 2024 ini, sudah menyentuh 155 kasus kekerasan. “Padahal kan masih satu semester tapi angkanya sudah tinggi. Untuk itu kita butuh kolaborasi temen-temen media untuk menginformasikan dan mengedukasi masyarakat,” imbuhnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah