“Ada dua, 8 hektare dan 12 hektare. Kita tampung, ada pompa. Rumah pompa belum jadi, kapasitas 3×500 liter perdetik. Masing-masing dua operasi, satu cadangan,” bebernya.
Saat ini progres sudah berjalan mencapai 85 persen. Memang ada kendala yakni soal pembebasan lahan, namun saat ini terus Pemkot Semarang upayakan. “Ada kolaborasi, selesai semua Agustus,” terangnya.
Lebih lanjut, Basuki juga berharap proyek ini bisa menjadi percontohan daerah lain. Untuk Kota Semarang sendiri juga sudah punya beberapa Polder untuk penanganan kawasan pesisir. Namun memang masih membutuhkan tenaga pompa untuk mengontrol luapan air mengingat wilayah dekat pantai.
“Kunci hanya satu, pompa. Karena daerah pantai. Semua yang mengalir ke pantai, pompa. Banjir di pantura karena pompa kurang mampu. Akan kita perbesar tahun ini,” tuturnya.
Ada Dinding Pemecah Gelombang
Sementara itu, Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti berharap, dengan adanya proyek ini bisa menjadi solusi penanganan rob di wilayah pesisir. Selain pembangunan Sheetpile, adapula dinding pemecah gelombang air laut.
“Kan ada juga tanggul pemecah gelombang, sehingga nanti jika ada angin barat, air itu tidak akan masuk ke dalam teluknya yang ada di Tambaklorok,” imbuhnya.
“Kami sekali lagi maturnuwun kepada bapak Presiden dan juga bapak Menteri PUPR yang sudah berkenan rawuh dan meninjau proyek. Ini juga jadi salah satu upaya pencegahan rob dan banjir di Kota Semarang,” imbuhnya.
Menurut Mbak Ita, proses pembangunan Sheetpile telah berlangsung hampir satu tahun. Proyek ini juga menjadi harapan bagi masyarakat yang bermukim di kawasan Tambaklorok khususnya dan Kota Semarang umumnya.
“Karena ini adalah tanggul untuk pengendalian rob dan banjir. Tentunya kami berharap insya-Allah nanti bulan Agustus bisa jadi. Sehingga di musim-musim baratan yang biasanya di bulan Oktober-November itu masyarakat Tambaklorok dan nelayan merasa aman dan nyaman,” tutupnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah