“Maksud saya, desain seperti ini juga ada kok yang harganya mahal kaya lukisan. Berarti nggak mengecilkan hati kita. Saya sedang tidak berdebat tentang fine art dan applied art, tapi saya sedang memberikan opsi bagi generasiku kalau applied art juga menghasilkan,” imbuhnya.
Berikan perspektif bahwa seni terapan juga bisa menghasilkan
Lebih lanjut, Dina tak menampik jika applied art atau seni terapan sering kali terpinggirkan dan dianggap sebelah mata. Banyak seniman yang lebih memilih mendalami fine art atau seni murni dan mengesampingkan peluang seni terapan.
Namun, sebagai orang yang meraup ratusan juta rupiah melalui seni terapan, Dina merasa penting untuk memberikan prespektif lain tentang berkesenian. Apalagi, tak mudah bagi seorang seniman untuk berpameran ke galeri ternama.
Menurutnya, yang susah-susah gampang dari seni terapan sesungguhnya adalah model pemasarannya. Berbeda seni murni yang melalui galeri atau pameran, pemasaran seni terapan lebih pada bertemu dengan konsumen langsung.
Oleh karenanya, tak ada salahnya untuk memanfaatkan platform digital semacam Threadless dalam memasarkan karya seni.
“Nah platform ini menjawab kebutuhan bahwa karyamu masih bisa membuat hidup, bisa membuat sejahtera tanpa harus pameran ke galeri. Tapi kalian sudah berpameran di platform itu dan sekaligus jualan. Menariknya, penjualan global itu nggak ada waktu tutupnya, nggak bakal hilang kalau nggak dihapus, bakal selamanya bisa terus terjual,” tandasnya.(*)
Editor: Farah Nazila