BACA JUGA: Unik! Ternyata Begini Asal Usul Lebaran Ketupat hingga Jadi Tradisi di Indonesia
Musim hajatan seperti bulan Dzulhijjah jadi momen paling ramai. Banyak masyarakat yang mencari janur untuk kebutuhan pernikahan dan acara-acara lainnya.
“Kalau bulan besar begini, ramai sekali. Seminggu bisa dua kali kirim, sekali kirim bisa 200 janur,” jelasnya.
Meski begitu, Murdi menyebutkan tidak semua bulan penjualan janur ramai pembeli.
Bulan Suro, misalnya, cenderung sepi karena sebagian masyarakat menganggapnya bukan waktu baik untuk menggelar hajatan. “Padahal sebenarnya bulan baik juga, tapi ya begitu tradisinya,” terangnya.
Tak hanya menjual, Murdi juga menjadi pemasok janur bagi para perias dan tukang dekorasi. Ia tidak membuat hiasan langsung, melainkan hanya menyediakan janur yang sudah siap pakai.
Adapun bahan baku janur yang didapat dari
berbagai daerah, mulai dari Magelang, Purwokerto, hingga Cilacap.
Harga per ikat janur biasanya Rp25.000. Namun, saat musim ramai atau lebaran, bisa naik menjadi Rp30.000 hingga Rp35.000, tergantung ongkos kirim.
“Naiknya bukan karena saya, tapi karena biaya transportasinya juga ikut naik,” paparnya.
Idul Fitri menjadi momen lain yang juga membawa rezeki. Murdi menyebut penjualan janur di momen hari besar umat muslim tersebut bahkan tembus 1.000 batang janur.
Dari hasil usahanya ini, Murdi mengaku mampu menyekolahkan dua anaknya hingga kuliah. Kini kedua anaknya sudah bekerja.
“Alhamdulillah, anak-anak bisa kuliah sampai lulus. Semuanya dari hasil penjualan janur ini,” katanya penuh syukur.
Setiap hari, sejak jam 07.00 hingga 16.00 WIB, Murdi setia menjaga lapak kecilnya. Meski sederhana, dari sanalah ia menjemput rezeki dengan tangan terbuka. Janur demi janur, yang jadi simbol harapan dan kebahagiaan dalam tiap hajatan. (*)
Editor: Elly Amaliyah