Jateng

Demo Buruh di Semarang Sindir Gaji DPR Rp3 Juta per Hari: Padahal Kerjanya Cuma Tidur

×

Demo Buruh di Semarang Sindir Gaji DPR Rp3 Juta per Hari: Padahal Kerjanya Cuma Tidur

Sebarkan artikel ini
Demo Buruh
Suasana aksi unjuk rasa yang diikuti ratusan buruh se-Jawa Tengah di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis, 28 Agustus 2025 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

Selain soal upah, massa juga menyoroti biaya pendidikan yang mahal, kenaikan harga kebutuhan pokok, serta beban pajak yang publik nilai makin menekan.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Aliansi Buruh Jawa Tengah (Abjat), Aulia Hakim, menyebut aksi ini sekaligus menyampaikan enam isu nasional dan satu isu daerah.

Pertama, buruh menuntut penghapusan outsourcing dan politik upah murah. Aulia menilai praktik itu menjadikan buruh sekadar komoditas dan bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 yang menegaskan kewajiban pemerintah menaikkan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak.

Kedua, menuntut penghentian PHK sepihak dengan membentuk Satgas PHK. Menurut Aulia, pemerintah harus hadir menangani gelombang PHK yang terus terjadi, bukan justru bersembunyi di balik alasan menjaga iklim investasi.

BACA JUGA: Polisi Ungkap Dalang Kerusuhan Aksi Hari Buruh Kota Semarang: Konsolidasi di Kampus, Ada Grup WA

Ketiga, reformasi pajak perburuhan. Buruh meminta kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp4,5 juta menjadi Rp7,5 juta, penghapusan pajak atas THR, dan perlakuan adil terhadap buruh perempuan yang selama ini didiskriminasi.

Keempat, revisi UU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law. Abjat menilai regulasi yang ada sudah kehilangan legitimasi karena bertentangan dengan putusan MK. Buruh meminta pemerintah segera menyusun UU Ketenagakerjaan yang berdiri sendiri dan berpihak pada pekerja.

Kelima, segera sahkan UU Perampasan Aset. Aulia menegaskan praktik korupsi yang merugikan ratusan triliun rupiah hanya bisa terberantas jika negara memiliki instrumen hukum yang kuat untuk menyita hasil kejahatan.

Keenam, revisi RUU Pemilu 2029 dengan menghapus ambang batas parlemen. Menurut Aulia, aturan parliamentary threshold hanya membuang suara rakyat kecil dan menghalangi representasi politik buruh, petani, dan kelompok marjinal di parlemen.

Terakhir, khusus Jawa Tengah, buruh menuntut pemerintah menghentikan praktik union busting. Abjat menilai masih banyak buruh menghadapi intimidasi, PHK, hingga kriminalisasi hanya karena mendirikan atau bergabung dengan serikat pekerja.

“Negara harus hadir memberi perlindungan nyata, bukan justru membiarkan praktik union busting ini terus terjadi,” tegas Aulia. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan