Ia menegaskan, kanal ini terbuka bagi siapa pun yang ingin melapor, tak terkecuali bagi korban yang khawatir identitasnya terungkap. Agung pun memastikan identitas korban yang melapor terjaga.
“Kita terbuka untuk semua, tidak ada hambatan. Kami pastikan laporan tetap ditindaklanjuti,” tegasnya.
Tren AI dan minimnya literasi digital
Kasus deep fake ini, kata Agung, menjadi cerminan tantangan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia. Menurutnya, kemajuan teknologi harus terimbangi dengan literasi digital dan pemahaman etika.
“Teknologi AI itu banyak positifnya, tapi juga bisa dimanfaatkan untuk hal-hal negatif. Literasi pun kami terus upayakan,” ujarnya.
Diskominfo Jawa Tengah saat ini aktif menggandeng perguruan tinggi dan pelajar SMK untuk sosialisasi etika digital. Program literasi ini juga bekerja sama dengan Komdigi Jateng–DIY, termasuk kontes pemanfaatan AI untuk digital marketing yang diarahkan ke penggunaan positif.
“Kita juga punya tim dari Jateng Radio yang terjadwal mengunjungi SMK-SMK untuk memberikan literasi kepada siswa bagaimana memanfaatkan teknologi informasi dengan bijak,” lanjutnya.
Selain aspek teknis, edukasi etika digital juga menjadi perhatian. Agung menilai banyak pengguna internet memahami etika hanya dalam kehidupan nyata, padahal dunia maya juga memiliki aturan dan norma.
“Itu yang terus kita sampaikan. Materinya tidak sekadar teknis, tapi juga budaya dan etika. Kita sampaikan saat pelatihan keamanan siber dan pemanfaatan teknologi,” tegas Agung.
BACA JUGA: Update Skandal AI di SMAN 11 Semarang: Dekan Undip Tegaskan Tindakan Tegas untuk Chiko
Upaya literasi juga terlaksana lewat kelompok informasi masyarakat (KIM) di tingkat desa. Pendampingan bersamaan dengan penyediaan jaringan internet untuk memastikan pemanfaatan teknologi terlajksana secara bertanggung jawab.
“Kelompok-kelompok itu juga memberikan pendampingan kepada masyarakat. Jadi tidak hanya di dunia pendidikan, tapi juga di lingkup desa,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila