Di sisi lain, DP3A memastikan setiap korban mendapat pendampingan psikologis sejak laporan di terima. Tim Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak bergerak cepat untuk memberikan dukungan awal.
Hal itu terlihat pada kasus penculikan di Gunungpati dan Bululor beberapa waktu lalu, ketika tim langsung turun ke lapangan pada malam hari setelah menerima laporan dari keluarga korban.
“Begitu laporan masuk sore hari, malamnya kami langsung datang mendampingi korban. Kami tidak menunggu keesokan hari. Penanganan cepat sangat penting untuk meminimalkan trauma,” jelas Edy.
Pemulihan psikologis juga menjadi fokus utama pendampingan DP3A. Salah satu korban penculikan di Bulu Lor sempat mengalami trauma berat hingga kehilangan kemampuan berbicara. Setelah menjalani proses pendampingan secara intensif, kondisi korban perlahan membaik dan mulai kembali berinteraksi seperti biasa.
Catatan DP3A menunjukkan bahwa pada 2024 terdapat 256 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sementara itu, pada 2025 hingga September, tercatat 172 kasus, dengan angka tertinggi pada kekerasan terhadap perempuan, disusul KDRT dan kekerasan terhadap anak.
Data tersebut memperlihatkan bahwa upaya perlindungan masih perlu meningkat melalui edukasi, pengawasan, serta penegakan hukum yang konsisten. (*)
Editor: Elly Amaliyah












