DEMAK, beritajateng.tv – Banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang terjadi hingga saat ini semakin memburuk. Jalan-jalan utama tampak seperti sungai, seperti yang terlihat di Jalan Sultan Fatah dengan genangan air mencapai kedalaman 50 sentimeter.
Tak hanya itu, Alun-alun Kabupaten Demak juga terendam banjir dengan ketinggian mencapai selutut orang dewasa.
Agus Priyono (46), seorang warga Demak, mengungkapkan bahwa air telah masuk ke Alun-alun Demak sejak dua hari yang lalu.
Menurut ingatannya, banjir terakhir yang sampai ke Alun-alun Demak terjadi pada tahun 1992.
“Ada banjir besar sebelumnya, sekitar tahun 92 atau 93, tapi tidak seburuk ini. Kali ini lebih parah, banjirnya merata di seluruh kota,” ungkap Agus Priyono.
Sementara banjir di Demak menjadi semakin parah, Selat Muria menjadi topik pembicaraan yang ramai. Selat Muria dahulu adalah jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Muria.
Selat ini merupakan pusat perdagangan yang sibuk, dengan kota-kota perdagangan seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana.
BACA JUGA: Viral Mitos 2 Ular Sowan Konon Sebabkan Banjir di Demak, Ini Kata Juru Kunci Makam Sunan Kalijaga
Sejarah Selat Muria
Selat Muria adalah perairan yang dulunya memisahkan daratan utara Jawa Tengah dengan Gunung Muria, yang dahulu merupakan pulau, hingga abad ke-17.
Akibat endapan fluvio-marine, perairan tersebut berubah menjadi daratan, yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Kudus, Grobogan, Pati, dan Rembang.
Selat Muria dulunya adalah jalur transportasi dan perdagangan yang sibuk, menghubungkan masyarakat Jawa Kuna dengan pulau-pulau lainnya.
Dalam catatan sejarah Tiongkok, Pulau Muria telah menjadi kerajaan besar saat Kartikeya Singha memimpin Kalingga. Selat Muria menjadi pusat lalu lintas ekonomi dan politik.
Catatan sejarah Tiongkok menyebutkan bahwa Selat Muria digunakan oleh Holing (Kalingga) dan Kerajaan Shepo (atau yang juga disebut Sheba adalah Jawa). Kalingga terletak di Keling, kecamatan di Jepara yang berbatasan dengan Pati.