SEMARANG, beritajateng.tv – Kemiskinan hingga industri di Jateng menjadi evaluasi 10 tahun kepemimpinan Ganjar Pranowo. Pengamat ekonomi asal Universitas Diponegoro (UNDIP) Wahyu Widodo menilai, utamanya kemiskinan, menjadi tantangan bagi gubernur dua periode itu.
“Terutama yang mendapat sorotan banyak itu terkait kemiskinan,” ujar Wahyu saat beritajateng.tv hubungi melalui sambungan WhatsApp, Sabtu, 2 September 2023.
Perihal kemiskinan ekstrim, pengajar program studi Ekonomi itu menjelaskan lebih lanjut. Ia meluruskan, kemiskinan ekstrim merupakan kerak sebuah kemiskinan yang menggunakan standar konsumsi per hari setiap penduduknya sebesar 1,9 USD atau sekitar Rp 28 ribu. Sementara itu, klasifikasi kemiskinan juga dapat melalui perhitungan BPS.
“Yang paling menderita, baik kemiskinan ekstrim atau dari BPS itu salah satunya Kebumen, Brebes, Wonosobo, Cilacap. Wilayah selatan yang barat itu cenderung mendominasi. Apakah ada faktor non ekonomi, kita belum assess (ukur) lebih jauh. Apakah ada culture aspect sehingga kemiskinan mengelompok di situ,” sambung Wahyu.
Baginya, program akselarasi dari Pemprov Jateng sangat penting. Pasalnya, ia menilai kemiskinan tidak bisa terselesaikan hanya dengan satu kebijakan.
“Makanya kita kenal kemiskinan multidimensi itu, karena orang sudah miskin mau dikeluarkan dari garis kemiskinan, tetapi yang di atas garis kemisikinan berpotensi jatuh ke jurang kemiskinan juga,” beber Wahyu.
Perlu koordinasi dengan Pemerintah pusat guna entaskan kemiskinan di Jateng
Ia juga menyinggung program Pemprov Jateng dalam mengatasi kemiskinan tersebut. Meskipun sudah banyak intervensi yang terlaksana di masa pemerintahan Ganjar, namun koordinasi dengan Pemerintah pusat, terutama terkait data, sangatlah penting guna keluar dari problem yang tak pernah usai itu.
“Kalau program yang sudah ada macam-macam. Prioritasnya sama seperti program nasional, seperti intervensi terhadap pelayanan dasar mulai dari pendidikan dan kesehatan. Sebenarnya cukup banyak yang Pemprov Jateng lakukan, hanya tantangannya ini perlu koordinasi dengan pusat soal kebijakan maupun prioritas data yang digunakan,” imbuhnya.