SEMARANG, beritajateng.tv – Skandal korupsi terkait kuota haji tambahan 2024 kembali mencuri perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya praktik setoran sistematis yang melibatkan agen travel haji khusus dan pejabat Kementerian Agama (Kemenag).
Dugaan kuat, praktik ilegal ini menyebabkan kerugian negara hingga lebih dari Rp 1 triliun.
Korupsi Kuota Haji Tambahan, Jaringan Terstruktur
Penyelidikan KPK mengungkap bahwa praktik korupsi ini melibatkan jaringan yang sangat terstruktur dan berlapis.
Setoran di lakukan oleh agen travel haji khusus kepada pejabat Kemenag agar bisa mendapatkan kuota haji tambahan dari Arab Saudi.
“Pimpinannya tidak langsung bertemu dengan agen. Jadi melalui beberapa orang sebagai perantaranya. Masing-masing tingkatan mendapat bagiannya sendiri-sendiri,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Lobi Agen Travel Haji untuk Dapat Kuota
Asosiasi agen perjalanan haji berperan aktif dalam melobi pejabat Kemenag agar kuota tambahan 20.000 dari Arab Saudi bisa teralihakan ke jalur haji khusus. Lobi ini kemudian menghasilkan terbitnya Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang membagi kuota tambahan menjadi 50 persen untuk haji khusus dan 50 persen untuk haji reguler.
BACA JUGA: Pemprov Jateng Buka Suara soal Kasus Korupsi Sekda Klaten: Belum Ada Usulan Nama Plt
Padahal, menurut Pasal 64 UU No. 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya adalah 92 persen untuk reguler dan hanya 8 persen untuk khusus.
Pejabat dan Swasta yang Diperiksa
KPK telah memeriksa sejumlah pejabat dan pihak swasta terkait skandal ini, di antaranya mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex, serta pemilik travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Selain itu, Kapusdatin Badan Pengelola Haji, Moh Hasan Afandi, juga turut diperiksa.
Keterangan dari para pejabat teknis ternilai sangat krusial untuk mengungkap jalur penyimpangan kuota ini dari pusat hingga ke lapangan.
KPK Sita Aset Hasil Korupsi
Untuk menelusuri aliran dana, KPK telah menyita sejumlah aset yang dugaan kuat terkait dengan korupsi ini, termasuk dua rumah milik seorang ASN di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang diperkirakan bernilai Rp 6,5 miliar.
Selain itu, kendaraan dan properti lainnya juga telah KPK amankan.
Setoran Ilegal Hingga USD 7.000 per Kuota
Praktik korupsi ini melibatkan “setoran komitmen” yang dipatok antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, membuat biaya haji khusus melonjak tinggi.
Hal ini juga menyebabkan kuota reguler semakin terbatas. Seorang penyidik KPK mengungkapkan bahwa setoran inilah yang menjadi pintu masuk aliran dana ilegal dalam praktik ini.
“Setoran komitmen inilah yang menjadi pintu masuk aliran dana ilegal,” kata penyidik KPK yang enggan disebutkan namanya.