Mbak Ita, sapaan akrabnya, menyoroti bangunan tak bertuan, termasuk yang roboh pada Senin (22 Januari 2024) kemarin.
Ia mengaku cukup kesulitan untuk mencari pemilik bangunan tak bertuan. Bahkan kesulitan untuk menyurati pemilik bangunan untuk melakukan revitalisasi karena tidak di ketahui pemiliknya.
“Memang kami kesulitan mencari pemilik bangunan karena kalau kita mau melakukan bersurat. Tapi ada beberapa yang tidak bertuan dan tidak tahu pemiliknya siapa. Yang kemarin sore (gedung roboh,Red) belum kita ketahui pemiliknya siapa,” katanya.
Setidaknya, lanjut Mbak Ita, ada sekitar 10 bangunan di kawasan kota lama Semarang yang tidak ia ketahui pemiliknya. Termasuk bangunan milik BUMN yang tak berfungsi, ia meminta agar segera ada revitalisasi.
“Kami berupaya melakukan pencegahan agar tidak terjadi lagi bangunan yang sampai roboh. Ada hampir 10 (bangunan, Red) yang tidak kita ketahui, ada yang masih sengketa,” terang Mbak Ita.
Ada pula, bangunan lama yang merupakan bekas Hotel Dibya Puri yang saat ini kondisinya sudah memprihatinkan, padahal memiliki nilai sejarah tinggi.
“Saya sudah minta ada revitalisasi karena tidak enak di pandang mata karena letaknya berada di jalan utama,” kata dia.
Pemkot Semarang juga menggandeng PT Sarinah untuk merestorasi lima bangunan di kawasan Kota Lama. Antara lain gedung PTP, Jiwasraya, dan Djakarta LIyoid. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut rencana tersebut.
“Sampai sekarang belum ada follow up lagi. Minimal merawat agar bangunan tidak roboh,” ucapnya.
Upaya penataan dan pembersihan lingkungan Kota Lama sudah pemerintah lakukan. Namun, pemerintah tidak bisa melakukan pembersihan di dalam gedung mengingat bukan milik pemerintah.
“Butuh peran serta pemilik untuk turut menjaga Cagar Budaya dan melakukan revitalisasi,” Tutup Mbak Ita. (*)
Editor: Elly Amaliyah