SEMARANG, beritajateng.tv – Semua orang, tanpa memandang generasi, tetap rentan terhadap masalah kesehatan mental. Namun, Generasi Z yang tumbuh dengan teknologi informasi ternyata memiliki risiko lebih tinggi dalam mendiagnosis masalah kesehatan mental mereka sendiri atau self-diagnose.
Hal tersebut diungkapkan oleh Psikolog UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Iis Amalia. Menurutnya, dampak dari self-diagnose adalah kurangnya inisiatif untuk mencari bantuan dari profesional.
“Yang terjadi mereka tidak berusaha mencari ahli untuk sembuh tapi beberapa orang memvalidasi dan meromantisasi kemudian enggan sembuh,” katanya saat beritajateng.tv hubungi, Kamis, 12 Oktober 2023.
BACA JUGA: Film Sleep Call Angkat Isu Pinjaman Online dan Latar Belakang Kesehatan Mental
Selain itu, lanjut Iis, Generasi Z sering mengandalkan referensi dari media tanpa memeriksa kebenarannya. Hal ini sering kali menghambat mereka untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Berdasarkan data DP3A, Iis mengungkapkan jika selama periode Januari hingga 10 Oktober 2023, usia yang paling banyak melakukan konseling adalah usia 25-44 tahun. Diikuti oleh usia 13-18 tahun, dan usia 6-12 tahun.
Gangguan kecemasan mendominasi
Iis menambahkan, hingga saat ini gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan merupakan paling banyak masyarakat Kota Semarang alami. Gangguan kecemasan sendiri memiliki berbagai jenis, termasuk PTSD, depresi, perilaku merusak diri sendiri, keinginan bunuh diri, kecemasan, serangan panik, fobia, disosiasi, dan banyak lagi.
“Gangguan kecemasan paling banyak karena dampak traumatis, bisa dari kekerasan berbagai macam. Selain itu ada juga gangguan yang dirinya merasa sakit fisik tapi waktu diperiksain tidak ada apa-apa,” jelasnya.