Ia menganggap, guru besar, dosen, ataupun akademisi sepertinya seharusnya sudah terbiasa dengan undangan menjadi pembicara. Bahkan, ketika undangan hanya berupa pesan singkat.
“Saya biasa juga, cukup WhatsApp, datang. Apalagi undangan resmi, lembaga resmi, enggak masalah. Jangan prejudice (prasangka) lah, jangan ditarik-tarik ke mana-mana, alasannya apa,” mintanya.
Anggapan guru besar memenuhi kapasitas kompetensi
NHS menyebut, pihak Wantannas RI pasti memiliki beberapa pertimbangan hingga akhirnya mengundang guru besar UNNES sebagai narasumber. Salah satunya kesesuaian kompetensi dengan tema kegiatan.
“Orang [mereka] dipandang memiliki kompetensi. Tentu yang mengundang kan ada pertimbangan, karena kapasitasnya kompetensi yang diundang [sesuai],” kata NHS.
Berkaca pada pengalamannya, NHS menyebut jika ia ketika mendapat undangan sebagai narasumber akan selalu berusaha memenuhi. Apalagi, ketika tidak bertabrakan dengan agenda lain dan sesuai kompetensi yang ia miliki di bidang politik.
BACA JUGA: Usai Rektor Buat Video Pernyataan Sikap, Guru Besar Undip Gelar Deklarasi Kritik Keberpihakan Jokowi
“Saya juga enggak tahu kenapa masalahnya. Saya rasa guru besar kalau dapat undangan ya biasa aja, apalagi ada honornya,” tandasnya.
Sebagai informasi, kegiatan tersebut bertema ‘Strategi Penanganan Terpadu Potensi Risiko Pasca Pemungutan Suara Guna Menjaga Kelancaran Pemilu 2024 dalam Rangka Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional’.
Keenam Professor Unnes yang mengikuti aksi pun beroleh surat tersebut. Mereka yakni Issy Yuliasri, Harry Pramono, Tri Marhaeni Pudji Astuti, Bambang Priyono, M. Jazuli, dan Tjetjep Rohendi Rohidi. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi