“Sekarang mobilnya nggak dipakai lagi tapi malah jadi icon. Sebenernya jadi lebih proper sekarang, dulu pas masih di mobil kan produksi di mobil otomatis ada keterbatasan tempat,” imbuhnya.
Selain itu, seluruh karyawan di Rumah Eyang berusia di bawah 25 tahun. Hal itu Jauhar akui sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada pengunjung yang juga kebanyakan berasal dari anak muda.
BACA JUGA: Kisah Ari Purbono Rintis Kafe Gethe, Usung Sejarah Semarangan
Untuk menu sendiri, Rumah Eyang lebih menyediakan classic coffee seperti manual brew, vietnam drip, kopi susu, dan beberapa minuman mocktail lain.
Uniknya, seluruh proses pembuatan kopi menggunakan alat manual. Bahkan, proses roasting juga dilakukan sendiri dan kopi mengambil langsung dari petani.
“Kasian petani kalau kita ambil dari tengkulak, nanti yang banyak uangnya tengkulak. Akhirnya kenapa kita nggak ambil dari petani langsung, untuk mensejahterakan mereka juga,” ungkapnya.
Untuk harga, Rumah Eyang tergolong terjangkau. Mereka membanderol minuman sekitar Rp15 ribu hingga Rp22 ribu saja, sedangkan makanan mulai dari Rp18 ribu hingga Rp28 ribu.
Bagi yang mengaku anak skena dan menyukai suasana asik saat nongkrong bisa langsung berkunjung ke Rumah Eyang. Kedai Rumah Eyang buka setiap hari, mulai pukul 16.00 WIB sampai 24.00 WIB. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi