Sisi pertama, masyarakat di pedesaan memang membutuhkan angkutan gelap semacam ini. Sebab, travel gelap memberi fasilitas mengantar dan menjemput sampai ke depan rumah penumpang yang tak terjangkau angkutan publik.
Meski begitu, di sisi lain, travel gelap tentunya luput dari sistem pengawasan transportasi umum. Oleh karenanya, Djoko meminta ketegasan pemerintah sehingga kecelakaan angkutan gelap tidak terjadi lagi.
“Pemerintah harus mengediakan layanan angkutan umum hingga pedesaan, kemudian angkutan tidak berijin baru diberantas,” ucapnya.
Minat masyarakat terhadap angkutan umum meningkat
Lebih lanjut, Djoko menyebut jika sistem transportasi di Indonesia yang belum terjadi memang menjadi akar masalah dari sejumlah kecelakaan yang terjadi. Padahal, angkutan pedesaan, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam provinsi (AKDP) dan angkutan perintis pernah terintegrasi pada masanya.
Meski begitu, Djoko cukup senang dengan arus mudik dan balik Lebaran 2024 lalu. Pasalnya, minat masyarakat terhadap angkutan umum terbilang meningkat.
Hal tersebut berdasarkan Survei Potensi Pergerakan Angkutan Lebaran Tahun 2024 yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan tentang minat mudik Lebaran 2024.
BACA JUGA: Identitas 7 Korban Tewas dan Luka-luka Kecelakaan Bus Rosalia Indah di Tol Semarang-Batang
Hasilnya, pemilih moda KA antar kota sebanyak 39,32 juta orang (20.30 persen), bus 37,61 juta orang (19,37 persen). Kemudian memilih mobil pribadi 35,42 juta orang (18,29 persen) dan sepeda motor 31,12 juta orang (16,07 persen).
“Memilih mobil pribadi dan sepeda motor meningkat, namun peningkatan itu masih lebih tinggi memilih moda KA antar kota dan bus,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila