Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kota Salatiga, Hidayah mengakui kaum perempuan lebih banyak bergerak di sektor informal daripada sektor formal. Hal ini disebabkan beberapa hal. Diantaranya perempuan masih dibebankan persoalan domestik di rumah tangga. Ketika perempuan bekerja, mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, hingga mengasuh anak. Karena itu, perlu ada dorongan agar beban ganda perempuan tersebut tak lagi jadi persoalan.
“Dalam keluarga harus ada kesepakatan agar peran domestik bisa dikerjakan bersama sehingga tak menjadi beban untuk meningkatkan produktivitas,” paparnya.
Hidayah mengungkapkan, sebagai pelaku UMKM, perempuan juga kerap kesulitan mendapatkan akses permodalan. Sebab pihak pemberi modal atau perbankan memandang perempuan kurang punya kredibilitas.
“Umumnya jaminan yang bisa dijadikan syarat meminjam masih atas nama suami. Seharusnya sertifikat tanah atau BPKB bisa saja dimiliki perempuan,” ujarnya.
Sementara Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Kota Salatiga, Kartika Tjahja Ningsih mengungkapkan, saat pandemi lalu banyak perempuan yang berupaya agar dapur tetap ngebul meski ekonomi keluarga terdampak.
“Ibu-ibu ini tanpa disuruh akan melakukan hal yang menunjang perekonomian,” ungkapnya.
Pihaknya sendiri terus melakukan fasilitasi bagi UMKM dalam bentuk pameran, pelatihan, maupun kelas untuk meningkatkan skill wirausaha
“Secara kontinyu ada pelatihan dan akan selalu dipantau perkembangan usahanya. Kami fokus mendampingin penjual kebaya, penjahit, dan pembuat aksesoris yang mendukung kebaya,” paparnya. (adv)
editor: ricky fitriyanto