“LPS saat ini masih memiliki dana yang lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan para nasabah yang banknya tutup,” jelasnya.
Adapun, saat ini LPS memiliki aset sebanyak Rp 224,66 triliun yang akan terus bertambah hingga akhir tahun ini. Sumber dana LPS sendiri berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, pembayaran kontribusi kepesertaan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan oleh bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari dana pihak ketiga, dan yang terakhir adalah dari hasil investasi.
Ia mengungkapkan, LPS terus melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop. Hal tersebut agar penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. Sebagaimana kita ketahui, mayoritas BPR tutup karena persoalan minimnya tata kelola.
Selain itu, LPS memiliki data internal yang merupakan bagian dari early warning system LPS. LPS mengetahui gejala awal jika ada bank yang sedang bermasalah. Koordinasi LPS dan OJK juga erat terkait monitoring kondisi perbankan baik secara industri maupun individual bank.
“Jumlah BPR saat ini ada 1600-an. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti adanya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang berprestasi dengan berbagai inovasinya. Bagi nasabah tidak perlu khawatir karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya LPS akan menjamin simpanan nasabah,” pungkasnya. (*).
Editor: Andi Naga Wulan.