Ia menjelaskan, jika kampung iklim merupakan bagian dari program Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar kampung bisa melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi.
“Kampung iklim merupakan kampung di mana masyarakat bisa melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan cuaca,” jelasnya.
Setiap kelurahan hingga tingkat RW melakukan adaptasi terhadap perubahan cuaca akibat global warming, juga pengaruh dari gas rumah kaca dan lainnya.
Sebagai contoh, lanjut Banbang, di kecamatan Semarang Utara karena daerah pesisir. Maka pihaknya memperbanyak tanaman bakau sesuai lingkungannya untuk menghambat abrasi.
Terlebih, program urban farming juga kini mulai di galakan. “Jadi taman yang kotor itu mereka mulai menghidupkan lagi dengan penghijauan. Aktifitas ini yang di lakukan untuk menjaga perubahan iklim yang mempengaruhi kualitas udara, kualitas iklim,” jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Bambang, masyarakat mulai sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. “Mereka membuat biopori, membuat sumur kompos modern, artinya untuk mendorong penghijauan. Kami juga berikan tanaman keras pada masyarakat secara cuma-cuma, seperti Sukun, sawo kecik, mangga, dan lainnya,” katanya.
Tak hanya itu, DLH bahkan memberi pendampingan pembuatan eco enzym dan budidaya magot yang muaranya bisa menambah penghasilan. “Melalui upaya itu, bisa memberikan kontribusi untuk menjaga kualitas udara dengan kampung iklim,” tutupnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah