Jika nantinya halte Trans Jateng terintegrasi dengan shelter ojol, tutur Hendi, hal itu akan membantu mobilitas warga Jawa Tengah.
“Supaya kemudian penumpangnya ini setelah dia naik Trans Jateng sudah langsung ditangkap sama teman-teman ojol ini, jadi kan pelayanannya prima,” tegasnya.
Gagas ‘satu hari tanpa kendaraan pribadi’, Hendi ingin warga Jateng naik transportasi umum
Komitmen Andika-Hendi dalam penyediaan transportasi umum tak berhenti sampai di sana.
Bahkan, Hendi menggagas untuk menarik minat warga Jawa Tengah menggunakan transportasi umum untuk berangkat kerja.
“Kalau Pak Andika-Hendi berhasil, kita akan membuat satu hari dalam seminggu itu teman-teman tidak kita perkenankan membawa transportasi pribadi. Boleh lah naik sepeda, pakai ojol, supaya mengurangi polusi,” ungkapnya.
Hal itu Hendi ungkap juga mampu menambah kesejahteraan bagi driver ojol.
“Itu juga bisa memberikan tambahan kesejahteraa buat ojol,” tandasnya.
Pengamat transportasi Unika tantang ada 30 koridor Trans Jateng
Sebelumnya, Pengamat Transportasi Publik Universitas Katolik (Unika) Seogijapranata, Djoko Setijowarno, menantang calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Jawa Tengah untuk menggarap potensi 30 koridor tranpostasi massal Trans Jateng.
BACA JUGA: Koalisi di Daerah Tak Linear Pilgub Jawa Tengah, Bagaimana Strategi PDIP Menangkan Andika-Hendi?
Siapa pun yang terpilih nantinya, kata dia, diharapkan bisa merealisasikan 30 koridor Trans Jateng.
“Sekarang sudah ada 7 koridor, potensinya itu ada sampai dengan 30 koridor, kita masih kurang ya sebenernya itu sedikit banget. Gampang itu kalau gubernurnya bener ya 5 tahun ya beres. Iya tinggal mau atau tidak kan. Makanya debat pilkada harus dimasukkan temanya,” ujar Djoko, Jumat, 11 Oktober 2024.
Terlebih, dalam hematnya, saat ini angkutan umum di pedesaan sudah tidak beroperasi.
Akhirnya, warga desa menaiki mobil sapi untuk bepergian seperti mengikuti pengajian. Kondisi itu disebut sangat memprihatinkan karena berisiko kecelakaan.
“Dampaknya di Jawa Tengah itu karena angkutan di desa tidak ada, orang tuanya tidak mampu, angka putus sekolahnya meningkat, perkawinan usia anak juga meningkat, stunting dan sebagainya,” beber dia. (*)
Editor: Farah Nazila