“Kita bandingkan dengan PSI, misalnya. Meskipun balihonya di mana-mana, tetapi tidak ada caleg yang bergerak di bawah, berbeda dengan PDIP. Calegnya itu sudah mengakar di masyarakat, punya kedekatan yang cukup kuat. Apalagi dengan mesin politiknya yang sampai level bawah,” ungkap Wahid.
Sehingga, kandang banteng cukup melekat kuat pada Jawa Tengah meskipun ada pendukung PDI Perjuangan yang beralih.
“Saya kira Jateng tetap akan menjadi kandang banteng meskipun mungkin angkanya akan terkoreksi. Ada efeknya, tapi tentu tidak akan sedahsyat yang kita bayangkan,” bebernya.
BACA JUGA: Video Jokowi Buntuti Kampanye Ganjar di Jateng? Ini Kata TPD
Jokowi tak hadiri HUT, pukulan telak bagi PDIP di Pilpres 2024?
Kontribusi yang Jokowi berikan pada PDI Perjuangan saat Pemilu 2014 dan 2019 begitu besar. Meski tak memberikan pengaruh di level regional, namun efek perpindahan Jokowi ini dengan jelas mengubah survei PDI Perjuangan lewat Pilpres di tingkat nasional.
“Kita tidak bisa menampikan itu, ada kontribusi Pak Jokowi bagi elektabilitas PDI Perjuangan di Pilpres tahun 2014 dan 2019. Nah, ini yang kemudian di 2024 sedikit mempengaruhi. Hal ini tercermin di beberapa survei terakhir,” jelasnya.
Pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu, Jokowi yang merupakan usungan PDIP mampu meraih angka lebih dari 20 persen. Sedangkan, Wahid mengakui, pasangan usungan PDI Perjuangan Ganjar-Mahfud dalam beberapa survei meraih suara kurang dari 20 persen.
“Ada kecenderungan penurunan. Ketika dulu sudah berada di angka 20 persen bahkan lebih, sekarang sudah di bawah 20 persen dan sudah mulai terancam dengan partai Gerindra, misalnya. Ini satu pertanda ada efek itu (perpindahan Jokowi dari PDI Perjuangan),” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi