Bagaimana Sistem Panic Button Bekerja?
Sistem panic button terdiri dari tiga komponen utama yaitu tombol darurat (button), panel kontrol (panel box), dan lampu serta sirine darurat (emergency lamp and buzzer).
Lampu darurat ini terpasang sejauh 1 kilometer di kiri dan kanan pos jaga perlintasan. Jarak ini memperhitungkan kebutuhan waktu dan ruang bagi masinis untuk melakukan pengereman darurat secara optimal.
Dalam kondisi normal, lampu indikator akan padam (tidak menyala), menandakan tidak ada gangguan dan masinis dapat melintas sesuai kecepatan yang diizinkan.
Namun, saat tombol darurat ditekan oleh petugas perlintasan akibat adanya rintangan di lintasan (misalnya kendaraan mogok), lampu akan menyala merah berkedip disertai bunyi sirine. Sinyal ini menjadi isyarat bagi masinis untuk segera menghentikan kereta guna menghindari tabrakan.
“Inovasi ini merupakan bagian dari transformasi sistem keselamatan berbasis teknologi. Kami harap, panic button dapat menjadi standar baru dalam penanganan situasi darurat di perlintasan sebidang,” lanjut Franoto.
Inovasi Keselamatan yang Relevan
Dengan semakin padatnya frekuensi perjalanan kereta api dan tingginya aktivitas lalu lintas di area perkotaan seperti Semarang. Kehadiran sistem ini menjadi langkah konkret untuk menekan risiko kecelakaan.
Sistem panic button harapannya menjadi solusi efisien, cepat, dan aman dalam menangani gangguan mendadak yang mengancam keselamatan perjalanan kereta api.
KAI juga terus berkolaborasi dengan pemerintah pusat maupun daerah, serta masyarakat sekitar untuk mengedukasi pentingnya tertib di perlintasan sebidang.
“Keselamatan adalah tanggung jawab bersama. KAI berkomitmen untuk terus menghadirkan inovasi demi keselamatan dan keamanan. Baik untuk perjalanan kereta api dan masyarakat pengguna jalan raya,” tutup Franoto. (*)
Editor: Elly Amaliyah