“Kami akan bikin edaran untuk mendata lahan-lahan tidak produktif di sekitarnya. Kemudian juga melakukan pendekatan persuasif dengan pemilik lahan untuk menanam tanaman potensial,” ujar Hernowo yang juga merupakan Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat ini.
Menurutnya, jika pemilik lahan memiliki kesulitan bisa berkonsultasi dan bertanya ke Dinas Pertanian atau UFC (Urban Farming Corner). Atau bisa ke Balai Pertanian (BPP) yang ada di Ngaliyan, Mijen, Gunungpati dan Banyumanik.
Hernowo menyebut, upaya penanaman di lahan tidur memiliki tujuan dua hal. Pertama, sebagai upaya mendorong ketahanan pangan lewat urban farming dan pertanian. Yang kedua, yaitu upaya konservasi tanah.
Terpisah, Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, tanah-tanah bengkok milik Pemerintah Kota Semarang bisa dimanfaatkan untuk urban farming.
“Lahan itu bisa kita sewakan kepada masyarakat yang akan bercocok tanam,” kata Mbak Ita sapaannya, Selasa 11 Juni 2024.
Total lahan produktif di Kota Semarang masih 2,3 ribu hektar atau sekitar 6,4 persen dari luas lahan kota Semarang. Sedangkan, sawah lestari seluas 1.600 hektar.
Ia menyebut, masih ada banyak lahan-lahan kosong di wilayah Mijen, Tembalang, Gunungpati, dan Ngaliyan.
“Mungkin bisa menanam pepaya atau menanam cabai, tomat dan terong. Ini bertujuan menjaga tetap daulat pangan, membuat multiplier perekonomian kepada masyarakat,” imbuhnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah