“Masyarakat itu jadi percaya untuk melapor, bahwa nanti mereka akan didampingi. Mereka juga percaya bahwa dengan layanan yang sudah dibentuk di Kota Semarang itu akan mendampingi sampai kasusnya tuntas, layanan itu pun optimal,” bebernya.
Data kasus kekerasan anak dan perempuan seperti fenomena gunung es, ini alasannya
Lebih lanjut, Dewi menuturkan bahwa data yang masuk ke pihaknya tak berbeda dengan fenomena gunung es.
“Angka kekerasan atau data yang masuk ke kami itu seperti fenomena gunung es, jadi hanya pucuknya saja. Semakin lama, semakin masyarakat itu akan terbuka,” tegasnya.
Sebagai upaya menghadapi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, Dewi mengaku pihaknya kini berkolabrasi dengan berbagai stakeholder. Ia menggandeng organisasi hingga komunitas agar lebih dekat kepada masyarakat. Khususnya, untuk mengimbau masyarakat melapor jika melihat kekerasan terhadap anak maupun wanitra.
BACA JUGA: Kasus Kekerasan pada Anak dan Wanita di Jateng Tahun 2023 Menurun, Ini Upaya DP3AKB
“Kami mulai mendekat dan kolaborasi dengan organisasi perempuan yang lain, tokoh agama, dan juga organisasi masyarakat maupun forum anak. Itu upaya kami untuk lebih dekat dengan masyarakat,” bebernya.
Terlebih, peluncuran layanan hotline 24 jam SAPA 129 membuatnya yakin masyarakat semakin percaya dan merasa aman untuk melapor jika mengalami kekerasan.
“Salah satunya dengan layanan aktivasi SAPA 129. Masyarakat sudah percaya untuk melaporkan, mereka tidak takut dan malu lagi untuk melaporkan,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi