Terkait maraknya laporan pelecehan seksual menggunakan teknologi AI, Nihayatul menyebut pihaknya belum menerima laporan resmi.
“Kami juga mencari korbannya. Tapi memang kesulitan menjangkau,” ucapnya.
Kendala Penegakan Hukum: Pembuktian Masih Dianggap Lemah
Meski Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah berlaku sejak 2022, LRC-KJHAM masih menemui hambatan serupa seperti tahun-tahun sebelumnya, terutama dalam proses pembuktian.
“Walaupun sudah ada aturan satu saksi korban ditambah alat bukti lain, kami masih mengalami kesulitan. Ketika tidak ada saksi, penyidik sering menganggap bukti belum cukup kuat,” jelasnya.
BACA JUGA: Catatan Akhir Tahun 2023 LBH Apik: Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Jateng Meroket
Nihayatul mencontohkan satu kasus yang sejak 2022 hingga 2025 belum keluar dari tahap penyelidikan, meskipun telah menghadirkan lebih dari 10 ahli, termasuk ahli pidana, gender, forensik, psikolog forensik, hingga ahli gestur.
Menurutnya, sebagian penyidik masih memiliki perspektif keliru ketika menilai unsur kekerasan seksual, khususnya ketika korban adalah perempuan dewasa.
“Masih dianggap korban dewasa itu memberi persetujuan. Perspektifnya belum sepenuhnya memahami kekerasan seksual,” ujarnya. (*)
Editor: Farah Nazila













