Kendati begitu, Bawaslu hanya bisa mengeluarkan rekomendasi untuk Badan Kepegawaian Daerah (BKD) atau Bupati/Wali Kota daerah asal pelaku pelanggaran netralitas. Sementara itu, kata dia, pemberian sanksi yakni oleh atasan kades.
“Untuk ketidaknetralan kades itu sanksinya tergantung pada atasan masing-masing, atasan pembina kepegawaiannya. Jadi, sudah bukan ranah Bawaslu atau bukan ranah pidana, tapi administratif ya,” pungkasnya.
Sementara itu, Koordinator Presidium Advokat Perkasa, John Richard Latuihamallo, mengaku kecewa dengan pemberhentian kasus karena timnya telah melaporkan kasus dengan cukup bukti.
” Ada kades dan Ketua Pembina bernama Musyaroqah. Itu kami memiliki alat bukti, rekaman peserta yang masuk di lokasi [ruangan] dan rekaman yang beredar di medsos saat sambutan memberi arahan [dukungan ke paslon tertentu]. Anehnya Bawaslu Jateng dan Pekalongan menganggapnya tidak memenuhi unsur,” ujar John saat beritajateng.tv konfirmasi.
Bahkan timnya ikut turun ke lokasi untuk menyaksikan acara yang terkemas sebagai “Silaturahmi dan Konsolidasi PKD” di Hotel Grand Dian Wiradesa, Pekalongan, Selasa, 22 Oktober 2024 silam.
“Kami berenam melakukan kegiatan itu dan siap menjadi saksi, tapi Bawaslu tidak mau mengambil keterangan saya sebagai saksi, katanya harus ada surat panggilan. Kenapa Bawaslu Jateng tidak menyampaikan ke kita,” tegas dia.
John berharap Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilihan Umum (DKPP) turun tangan memeriksa penanganan pelanggaran oleh Bawaslu dan Gakkumdu. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi