Setelah sukses di Rumah Sakit William Booth, tim Udinus berencana melakukan uji lanjut di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Harapannya, SWOR dapat hadir di berbagai puskesmas dan klinik fisioterapi, bahkan di rumah pasien untuk terapi mandiri dengan pengawasan dokter secara daring.
Menurut Rahayu, keunggulan SWOR tidak hanya pada fungsi terapinya, tetapi juga kemudahan penggunaannya. Alat ini dapat diatur sesuai kebutuhan pasien dan dilengkapi emergency stop untuk menjaga keamanan saat terapi berlangsung.
Inovasi Anak Bangsa dengan Teknologi dan Desain Mandiri
Dalam proses perakitan, tim SWOR menggunakan aluminium profile 30×30 untuk rangka utama, serta mengintegrasikan sejumlah komponen elektronik seperti ESP 32, motor stepper NEMA 23, driver TB6600, dan sensor rotary encoder. Semua desain dibuat sendiri menggunakan software SolidWorks, dengan waktu pengembangan sekitar tiga bulan.
“Kami membagi tugas sesuai bidang. Ada yang fokus desain, ada yang merakit komponen, ada yang mengembangkan sistem web, hingga membuat laporan dan HKI. Tantangannya besar, tapi semangat tim membuat semuanya terwujud,” ujar Rahayu.
BACA JUGA: Kisah Siswa Sekolah Rakyat, Bungsu Nyaris Putus Sekolah Karena Orang Tua Stroke
Ia menegaskan, “Kami ingin bukti bahwa mahasiswa Indonesia bisa berinovasi untuk kemanusiaan. SWOR bukan hanya alat terapi, tapi wujud kontribusi anak muda untuk kesehatan bangsa.” (*)
Editor: Farah Nazila