Harapannya, kata Adhit, kegiatan ini dapat menjadi cara kreatif untuk mengingat perjuangan dan pengorbanan Pramoedya melalui karya-karyanya.
“Dengan menghias topeng ini, harapannya peserta bisa mengenang perjuangan Pramoedya dan menyampaikan kesan mereka terhadap sosok beliau,” tambah Adhit.
Mengenalkan Pramoedya kepada generasi muda
Lebih lanjut, Adhit juga menyoroti tantangan untuk mengenalkan karya-karya Pramoedya kepada generasi muda. Salah satu upaya yang mendapat perhatian adalah adaptasi film “Bumi Manusia” beberapa tahun lalu.
Film tersebut sempat menuai kontroversi, terutama terkait pemilihan Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan sebagai pemeran utama. Namun, menurut Adhit, hal itu justru membuka jalan bagi generasi muda untuk lebih mengenal karya-karya Pramoedya.
“Selama ini, yang membaca Pramoedya itu sedikit, biasanya mahasiswa sastra saja. Tapi setelah ada film itu, banyak anak muda yang penasaran dan mulai membaca karyanya. Ternyata ada penulis hebat seperti Pramoedya,” ujarnya.
Ia pun berharap, momentum 100 Tahun Pramoedya dapat menjadi titik balik pengenalan Pramoedya kepada generasi muda.
“[Karya] Pramoedya merupakan salah satu buku wajib baca bagi generasi muda. Tinggal bagaimana akses mereka ke buku-buku itu. Saya kira ini tugas pemerintah untuk memberikan kemudahan akses itu,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi