Nama-nama dalang yang tampil antara lain Ki Waluyo Noto Carito, Ki Anggit Laras Prabowo, Ki Faqih Nugroho, Ki Bayu Kisworo, Ki Fajri Nur Salim, Ki Dwi Hananto Bayu Aji, Ki Dr. Heru Santosa, Ki Hanang Sinardowo, Ki Radipta Husain Asrori, hingga Ki Canggih Tri Atmojo. Kehadiran dalang senior berdampingan dengan dalang muda menjadi simbol regenerasi dalam dunia pedalangan Karanganyar.
Ketua DPRD Jateng Sumanto dorong regulasi untuk lestarikan budaya tradisional
Ketua DPRD Jateng Sumanto mendorong semua pihak melestarikan wayang kulit yang merupakan kesenian warisan nenek moyang. Upaya pelestarian tersebut bisa mulai dari desa dengan mengeluarkan regulasi.
“Saya punya usul, Pak Kades, Bayan kumpul. Membuat Perdes (Peraturan Desa) yang punya hajat seperti mantu atau khitan nanggap wayang atau kesenian tradisional,” ujarnya.
BACA JUGA: Sumanto: Wawasan Kebangsaan Tak Sekedar Hafalan Pancasila dan UUD 1945
Cara tersebut akan membuat para pelaku kesenian tetap mendapatkan ruang untuk pentas. Terlebih saat ini banyak seniman yang tetap setia nguri-uri budaya di tengah perkembangan zaman.
“Kalau belum kuat nanggap wayang kulit karena mahal, minimal nanggapnya seni tradisional lainnya. Supaya kesenian kita tetap lestari,” paparnya.
Sementara itu, Camat Tasikmadu, Joko Setyono mengatakan, di wilayahnya saat ini paling tidak dalam 40 hari sekali ada pentas wayang. Ruang pentas wayang kulit tersebut banyak difasilitasi Ketua DPRD Jateng Sumanto.
“Ini menjadi sarana kita untuk tetap ingat dan nguri-uri budaya. Harapannya langkah ini juga pihak-pihak lain lakukan,” tandasnya. (*)
Editor: Ricky Fitriyanto













