“Karena masuk cabor itu jadi ada perkembangannya. Kalau nggak masuk cabor saya rasa pasti akan tergerus zaman juga,” katanya.
Di sisi lain, Koh Hong mengakui jika ritual dan kesakralan barongsai mulai luntur. Awalnya, barongsai hanya dipertunjukkan pada saat-saat tertentu dan dimainkan oleh keturunan Tionghoa.
Kini, siapa saja bebas memainkan barongsai di manapun dan kapanpun. Namun demikian, Koh Hong menilainya sebagai langkah positif dalam pelestarian budaya barongsai.
“Kalau menurut saya menguntungkan, karena regenerasi susah, kalau terbatas lama-lama hilang. Kita nggak munafik orang-orang keturunan Tionghoa nerusin gini rata-rata nggak mau,” tuturnya.
Sebelumnya, para pemain barongsai memang hanya menganggap barongsai sebagai sampingan dan hobi semata. Namun, semenjak resmi dipertandingan pada PON, mereka mulai bersiap merancang masa depan berbeka kecintaannya pada barongsai.
“Waktu belum diresmikan anak-anak jadi pekerja seni, tapi sekarang kita nyebutnya sebagai atlet. Kalau mereka berprestasi, dapet emas, nanti bisa dapet intensif, jadi mereka semangatnya ada,” tandasnya.(*)
Editor: Farah Nazila