Kalau bendera, lanjutnya, mungkin bisa mereka dapatkan dari mana saja, tapi warga NU yang ada di Banaran tidak tau sama sekali dengan kegiatan tersebut.
“Sudah di cek dan konfirmasi warga NU di Banaran dan tidak ada warga yang terlibat (ikut dalam eksekusi),” imbuhnya.
BACA JUGA: Eksekusi Rumah Kiai di Gunungpati Batal, Diwarnai Sholawat Hingga Aksi Dorong
Perihal sebutan Kyai yang di tujukan pada Kyai Murodi, menurutnya, sebutan tersebut sebagai hal lumrah bagi kalangan NU untuk menghormati keilmuan seseorang.
“Sebutan Kyai itu bisa saja, karena beliau bisa memimpin jamaah tahlil, bisa memimpin upacara apa sehingga di sebut Kyai. Tapi kalau kyai dalam konteks punya pondok pesantren, sepertinya tidak punya. Beliau tidak punya pondok pesantren, tidak punya santri. Tapi sebutan kyai itu sebutan yang wajar dan lumrah di kalangan NU untuk menghormati keilmuan seseorang,” terangnya.
Dia juga membenarkan Kyai Murodi merupakan warga NU, namun tidak masuk dalam struktur organisasi pengurus Nahdlatul Ulama.
“Dalam hal ini tidak ada keterlibatan NU dengan objek sengketa, maka perlu kami klarifikasi supaya tidak melebar kemana-mana. NU tidak terkait dengan sengketa lahan tersebut. Karena lahan masjid dan Madin sudah tersertifikat wakaf NU,” tandasnya.
Sebelumnya, eksekusi lahan sengketa di jalan Kalimasada, Banaran, Sekaran kecamatan Gunungpati Kota Semarang batal karena aksi saling dorong dan ricuh. Massa pendukung tergugat Kyai Murodi mengusir penasehat hukum penggugat hingga juru sita Pengadilan Negeri Semarang. (*)
Editor: Elly Amaliyah