SEMARANG, beritajateng.tv – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Dr. Busyro Muqoddas, menegaskan bahwa pengembalian KPK ke Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjadi langkah mendesak untuk memulihkan independensi lembaga tersebut.
Menurut Busyro, UU KPK yang lama menempatkan KPK sebagai lembaga independen, tidak berada di bawah kekuasaan presiden. Sementara dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK dinilai kehilangan independensinya karena berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
“Di UU 30 Tahun 2002, KPK independen. Tidak di bawah presiden. Sekarang dengan UU 19 Tahun 2019, KPK sama sekali tidak independen,” kata Busyro dalam Sarasehan Hari Antikorupsi Sedunia di Kota Semarang belum lama ini.
Ia secara terbuka menyebut UU KPK yang baru merupakan produk politik pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo bersama DPR saat Puan Maharani pimpin. Dampaknya, proses pemberantasan korupsi tidak lagi berjalan efektif dan berani menyentuh kepentingan besar.
BACA JUGA: Ketua KPK RI Sebut Pencegahan Korupsi Pemprov Jateng Lumayan Bagus: Tak Ada Kepentingan Tertentu
Busyro juga menyoroti proses seleksi pimpinan dan pegawai KPK. Menurutnya, sejumlah figur dengan rekam jejak, kompetensi, dan profesionalitas yang kuat justru tidak lolos dalam proses seleksi.
“Banyak orang terbaik tidak lulus tes. Saya tidak perlu sebut nama. Ini menunjukkan ada persoalan serius dalam sistem,” tegasnya.
Ia menilai kondisi tersebut membuat KPK tidak lagi mampu menjalankan fungsi pencegahan secara integratif dengan penindakan, seperti yang pernah KPK lakukan pada masa awal berdirinya.
“Dulu KPK bisa mencegah dan menindak sekaligus. Sekarang fungsi itu lumpuh karena KPK tidak independen,” ujarnya.
“Ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi intervensi dan kepentingan politik,” tambahnya.













