“Ada beberapa kata-kata sulit yang harus kita sederhanakan karena adanya keterbatasan pendidikan teman-teman disabilitas. Bahkan beberapa yang pernah saya temui dan saya jumpai, teman disabilitas menempuh pendidikan kelas SMA tapi pendidikannya masih seperti anak SD,” ungkapnya.
Terkait kata-kata yang sulit, lanjut Aming, salah satunya ia temui ketika menjadi JBI dalam konferensi press di Kepolisian. Ia mengambil contoh, ketika menerjemahkan kata ‘kriminal’, Aming akan menyederhanakannya sehingga lebih mudah Teman Tuli pahami.
“Misal kata kriminal, akan disederhanakan ke ‘orang yang melakukan kejahatan’ agar mereka paham. Bahkan kadang kita lihat dulu, skalanya yang diundang itu siapa. Misal yang muda-muda, kita sederhanakan lagi, misal ‘kriminal’ menjadi ‘orang jahat’,” jelas Aming sambil memeragakan gestur isyarat menggunakan dua tangannya.
Mempelajari bahasa isyarat hingga memutuskan mengabdi menjadi JBI tentu perjalanan yang tidak mudah, terlebih sifatnya suka rela. Namun, bagi Aming, menjadi JBI adalah kaul atau nazar yang senantiasa ia laksanakan dan tepati sepenuh hati.
“Kita di sini adalah sebagai jembatan informasi mereka, di mana informasi yang ada di masyarakat dengan melalui kita selaku JBI, kita berperan memberikan informasi kepada mereka,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi