Pelaku sering kali merupakan orang dekat seperti suami, mantan pacar, teman, atau bahkan anggota keluarga.
Citra menyayangkan fakta bahwa orang-orang yang seharusnya melindungi justru menjadi pelaku kekerasan. “Perempuan belum memiliki ruang aman, bahkan dalam lingkungan keluarga,” tuturnya.
Meskipun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah tersahkan, baru satu kasus kekerasan seksual terhadap korban dewasa yang sedang kepolisian proses.
BACA JUGA: Apa Kabar Penanganan Kekerasan Seksual Pasca 1 Tahun Pengesahan UU TPKS? Ini Kata LRC-KJHAM
Akses keadilan bagi korban kekerasan seksual masih terhambat. Perspektif aparat penegak hukum yang lemah, stigma terhadap korban, serta lamanya proses penanganan kasus menjadi hambatan utama.
“Perempuan belum terbebas dari diskriminasi, meskipun telah 40 tahun diratifikasinya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW),” tegas Citra.
LRC-KJHAM juga mencatat 452 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 507 korban sepanjang 2020-2023. Tingginya angka pelaporan ini juga menunjukkan keberanian korban untuk melaporkan kasus mereka.
“Angka ini menunjukkan peningkatan kesadaran dan keberanian korban untuk mencari keadilan,” tandasnya. (*).