Gaya Hidup

Lukisan Jadi Wujud Kemerdekaan, Roemah Difabel Semarang Buktikan Kreativitas Tanpa Batas

×

Lukisan Jadi Wujud Kemerdekaan, Roemah Difabel Semarang Buktikan Kreativitas Tanpa Batas

Sebarkan artikel ini
rumah difabel
Antusias anak-anak Roemah Difabel Semarang mengikuti kegiatan melukis mural inklusif. Sabtu, 16 Agustus 2025. (Yuni Esa Anugrah/beritajateng.tv)

Awalnya, ia sempat terliputi keraguan karena tidak memiliki latar belakang khusus dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Namun keraguan itu segera berganti dengan kekaguman.

“Saya pikir akan sulit. Tapi ternyata potensi mereka sangat besar. Goresan-goresan mereka itu jujur, penuh ekspresi, dan punya keunikan yang tidak pelukis biasa miliki,” tutur Giovanni kepada beritajateng.tv pada Sabtu, 16 Agustus 2025.

Baginya, seni adalah bahasa universal. Kendala komunikasi dengan anak tuna rungu, misalnya, bisa teratasi dengan pendekatan tulus dan penuh kesabaran. “Yang penting hati kita terbuka. Dengan niat dan ketulusan, hambatan itu bisa terlalui,” tambahnya.

Keterampilan jadi jalan kemandirian

Roemah Difabel, yang menaungi kegiatan seni ini, menjadikan lukisan sebagai bekal kemandirian. Ketua KSD, Theresia Rina Dwi Pangestuti, S.Psi., menjelaskan bahwa karya para anak berkebutuhan khusus tidak hanya di pamerkan, tetapi juga olahan menjadi produk turunan seperti kaos, tas, hingga kalender. Hasil penjualan produk ini menjadi sumber penghasilan bagi anak-anak.

“Dengan begitu, mereka tidak sepenuhnya bergantung pada keluarga. Ada yang sudah berhasil menjual karya secara mandiri. Bahkan beberapa perusahaan sudah memesan karya untuk dijadikan merchandise,” ungkap Rina, sapaan akrabnya saat beritajateng.tv temui di Jalan Puspowarno II, Kota Semarang.

Selain melukis, tempat ini juga membuka kelas memasak, public speaking, hingga keterampilan lain yang mempersiapkan anak berkebutuhan khusus menjadi pribadi mandiri. Saat ini ada 45 anak aktif dari total 150 anggota yang terdaftar.

Seni sebagai simbol Kemerdekaan

Bagi Giovanni, kemerdekaan difabel adalah kesempatan untuk diakui setara. “Harapan saya, mereka semakin merdeka. Merdeka berarti bebas berkreasi, bebas mengekspresikan potensi tanpa diskriminasi. Menurut saya, mereka sudah setara dengan kita. Tinggal bagaimana masyarakat melihatnya,” tegasnya.

Rina pun menambahkan, masih ada tantangan besar dalam dunia kerja. Banyak perusahaan yang baru menerima difabel sebatas memenuhi kuota, bukan karena kesadaran akan inklusi.

“Kami berharap pemerintah dan masyarakat bisa membuka ruang yang lebih nyata, agar teman-teman difabel diberi kesempatan berkarier, bukan hanya sekadar formalitas,” ujarnya. (*)

Editor: Farah Nazila

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan