Meskipun bermodal popularitas, lanjut Yulianto, hal itu baginya tak lantas membuat artis akan langsung terpilih. Pasalnya, ada aspek lain yang menjadi pertimbangan para pemilih.
“Di sini (Pemilu) akan dinilai performa kualitas pribadi. Pikiran, gagasan, perilaku, tindakan, hingga kemampuan mereka untuk membuat kebijakan publik pasti juga akan dinilai pemilih,” bebernya.
Anggap tak selalu artis nyaleg mencerminkan kaderisasi partai yang gagal
Yulianto menganggap tak selamanya parpol yang merangkul artis gagal dalam melakukan kaderisasi. Baginya, kaderisasi parpol akan gagal jika tidak dapat menampilkan calon pemimpin di parlemen yang berkualitas.
“Kaderisasi bisa gagal kalau sembarangan mengajak artis yang hanya mengandalkan popularitas, tetapi kalau orangnya berkualitas dari gagasan dan visi-misinya bagus, dia termasuk partai yang berhasil mengendorse popularitas caleg artis jadi pemimpin,” terangnya.
BACA JUGA: Strategi Pemilu 2024, PDIP Daftarkan 14 Artis dan Seniman
Ia lantas mencontohkan politikus DPR RI asal Golkar sekaligus pemain film, Nurul Arifin. Prestasinya di dunia perfilman dan politik, kata Yulianto, merupakan contoh keberhasilan parpol dalam merangkul artis masuk ke dunia politik.
“Nurul Arifin dari Golkar itu contoh keberhasilan. Tetapi kalau hanya mengandalkan popularitas dan kualitasnya tidak bagus itu jadi refleksi dan kritik buat partai tersebut,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi