SEMARANG, beritajateng.tv – Mundurnya Airlangga Hartanto dari kursi Ketua Umum (Ketum) Golkar menandakan turbulensi di internal partai.
Hal itu disampaikan oleh Pengamat Politik asal Universitas Diponegoro, Wahid Abdulrahman, Selasa 13 Agustus 2024 siang.
Kendati partai berlambang pohon beringin itu dilanda turbulensi, Wahid meyakini Golkar sudah berpengalaman menghadapi itu semua.
Alasannya, kata Wahid, kelembagaan Partai Golkar itu ia nilai sebagai yang paling baik.
“Misalnya saja, Golkar pernah mengalami dualisme kepemimpinan. Tetapi semua turbulensi di Golkar itu senantiasa bisa terselesaikan dengan proses mereka yang dewasa,” ucap Wahid.
Berbeda dengan partai lainnya seperti PDI Perjuangan (PDIP) dan Gerindra, Wahid menilai Partai Golkar tak bergantung pada figur. Sehingga, kata dia, mundurnya Airlangga Hartanto bukan suatu masalah besar bagi Partai Golkar.
Adapun mundurnya Airlangga Hartanto, bagi Wahid, tak lepas dari transisi Pemerintahan RI pada Oktober 2024 mendatang.
Wahid meyakini, gejolak turbulensi di Partai Golkar terjadi lantaran partai itu ingin memilih Ketum yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa baru.
“Nampaknya banyak terjadi juga turbulensi di internal Golkar. Memang kemudian Golkar nanti memastikan figur Ketum yang relatif bisa menjaga secara pasti hubungan dengan penguasa,” papar Wahid.
Berprestasi selama jabat Ketum, persoalan hukum jadi alasan Airlangga Hartanto mundur?
Tak hanya turbulensi di internal, Wahid melihat faktor lain mengapa Airlangga Hartanto melepas kursi Ketum Golkar.
Sebab, Wahid pun mengakui prestasi yang Airlangga Hartanto jabat selama menjadi Ketum Golkar tak bisa dianggap remeh.
Utamanya, prestasi Airlangga dalam memenangkan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 lalu.