“Prinsip kami low budget high impact, jadi itu yang kami inginkan, bahwa budget itu bukan segalanya. Anak muda punya kebaruan, anak muda punya akselerasi, anak muda punya tenaga ekstra, itu yang kami manfaatkan,” tegasnya.
Pengusaha Semarang pimpin Garda Indonesia Raya, intens komunikasi dengan Gibran
Beberapa organisasi relawan capres-cawapres digawangi oleh pengusaha. Pengusaha otomotif Semarang, Dewi Susilo Budihardjo menjadi Ketua Umum Garda Indonesia Raya. Kelompok relawan tersebut mendukung paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Garda Indonesia Raya membiayai kegiatan kampanye dan sosialisasi pemenangan Pak Prabowo dan Mas Gibran secara mandiri,” ujar Dewi saat beritajateng.tv hubungi, Sabtu 30 Desember 2023.
“Kami bergotong royong bersama antara Ketua Umum dan para Ketua Provinsi. Atau bila ada donatur itupun sifatnya hanya simpati (tidak mengikat) akan giat yang Garda Indonesia Raya lakukan untuk menyentuh masyarakat sampai ke grassroot,” imbuhnya.
Menurutnya, sejak terbentuk sejak tahun 2013, Garda Indonesia Raya selalu memberikan dukungannya kepada Prabowo Subianto.
Banyak kegiatan yang sudah Garda Indonesia Raya lakukan untuk pemenangan paslon nomor urut 2. Selain membagikan sembako dan makanan siap saji, juga berafiliasi dengan berbagai calon legislatif (Caleg) dari partai koalisi membuat gerakan sampai ke akar rumput.
Ia mengaku jika biaya terbesar yang pihaknya keluarkan biasanya untuk kegiatan sosial kemasyarakatan. Misalnya untuk bersentuhan dengan masyarakat sampai ke akar rumput. Garda Indonesia Raya menyiapkan berbagai kegiatan, baik itu deklarasi, kampanye, sampai sosialisasi dengan makan siang gratis.
BACA JUGA: Garda Indonesia Raya Target Menangkan 50 Persen Suara Prabowo Gibran di Jateng
“Saya kira, inilah biaya-biaya yang terbesar untuk Garda Indonesia Raya. Dan kami gotong royong secara mandiri membiayai kegiatan,” jelasnya.
Garda Indonesia Raya, lanjut Dewi, sudah terbentuk di 38 provinsi seluruh Indonesia. Bahkan, ia selalu membangun komunikasi dengan Tim Kampanye Nasional (TKN), Tim Kampanye Daerah (TKD) bahkan sampai ke Capres dan Cawapres langsung.
“Dengan gerakan-gerakan kampanye kami yang langsung menyentuh masyarakat, kami optimis bisa lebih dekat dengan generasi muda, pemilih perempuan dan para pelaku usaha seperti UMKM,” sebutnya.
Patungan memasak saat bikin acara
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Relawan Bocahe Gibran, Yudha Kartika Putra mengatakan jika pendanaan relawan menggunakan anggaran mandiri dari swadaya pengurus.
“Kami urunan di level pimpinan atau pejabat utama, seperti Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara, bahkan dari ketua di masing-masing provinsi,” kata Yudha.
Bahkan, saking tak ada anggaran, ia mengaku punya cerita unik saat melakukan deklarasi di salah satu kota.
“Saya punya cerita unik, pernah terjadi deklarasi di salah kota. Karena memang waktu itu nggak ada duit. Kita buat (masak) nasi sendiri. Saya perintahkan Ketum Relawan Mas Imron untuk bawa sayur, tempe goreng. Bendahara saya suruh bawa ikan goreng. Ada yang bawa urap atau gudangan, akhirnya kita makan nyengkuyung bareng 50-70 orang. Karena memang waktu itu kita nggak ada duit,” ceritanya.
Relawan Bocahe Gibran sendiri terbentuk sejak Mei 2023. Relawan ini telah mengawal Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka sejak awal sebelum menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
“Kegiatan awal kami ya mengkampanyekan dan mensosialisasikan Mas Gibran untuk jadi bakal calon wakil presiden. Mulai Mei hingga Agustus kami lakukan penguatan struktur wilayah. Sampai bulan September kami mulai deklarasi. Dan Deklarasi pertama kami di Sragen,” ungkapnya.
Ia menjelaskan jika struktural relawan Bocahe Gibran telah terbentuk dari tingkat nasional hingga ke kelurahan/desa atau Koordinator Desa (Kordes).
Berkampanye masif di media sosial
“Kita terstruktur. Masing-masing kabupaten/kota ada perangkat pengurus, di tingkat provinsi juga. Kita bahkan sudah terbentuk di 11 provinsi di Indonesia,” ujarnya.
Komunikasi intens pihaknya lakukan dengan Cawapres Gibran Rakabuming Raka. Meski demikian, ia juga masih sering berkomunikasi dengan Tim Pemenangan Capres. Terutama membangun komunikasi untuk mensinkronisasikan beberapa hal terkait program kerja, visi misi, dan sebagainya.
Bicara sasaran, atau segmentasi, Yudha menyebut jika segmen yang mereka rangkul banyak dari pelajar, mahasiswa, generasi milenial, gen Z, dan generasi Alpha.
“Sasarannya pemilih muda. Kami di TKN tergabung dalam tim gold dan fanta atau tim pemilih pemula. Seperti anak-anak baru lulus sekolah atau baru memiliki KTP. Mereka pemilih pemula yang masih bingung. Jadi tugas kami merangkul mereka untuk kemudian meyakinkan mereka agar jangan ragu memilih pasangan nomor urut dua,” katanya.
Mengapa memilih milenial dan generasi muda? Yudha menyebut, hal ini lantaran saat ini usia produktif lebih banyak. Apalagi dengan adanya bonus demografi. Sehingga ia lebih mengorganisir massa berusia 40 tahun ke bawah.
Bukan hanya membentuk relawan tingkat daerah dan deklarasi, Relawan Bocahe Gibran juga melakukan kampanye masif di media sosial.
“Kita medsos juga ada, bahkan punya beberapa akun instagram, kalau akun official nasional ada satu. Masing-masing provinsi juga kita perintahkan untuk membuat. Kemudian kabupaten/kota juga ada,” bebernya.
Anggaran terbesar untuk pasang alat peraga kampanye
Menurut Yudha, dari 11 provinsi yang menjadi fokus Tim Kampanye Nasional (TKN). ada 9 provinsi potensial yang mereka gadang memiliki suara cukup besar. Seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI, Banten, Lampung, hingga NTT.
“Anggaran paling besar dari APK, dari pengadaan banner, baliho, kaos dan sebagainya. Itupun sama, dari sumbangan bareng-bareng. Desain satu kita tentukan, kemudian kita bagi ke kabupaten/kota yang mau kita sponsori seperti Pati dan Blora,” paparnya.
BACA JUGA: Deklarasi di Jawa Tengah, Relawan Gibran: Izinkan Kami Membuktikan Kalau Gen Z dan Milenial Mampu
Menurutnya, relawan Bocahe Gibran tidak pernah memperjualbelikan kaos untuk mencari dana tambahan.
“Kaos juga kita produksi swadaya. Kebetulan ada bantuan juga dari pusat, kaos bergambar Prabowo kartun. Itu kita bagikan. Bahkan kemarin kita buat 2.000 kaos dari anggota relawan,” katanya.
Ia mengakui jika kaos desain bergaya milenial dengan gambar kartun atau karikatur justru menarik minat banyak orang.
“Kaos bergambar kartun justru menarik. Karena kaos partai atau capres dan cawapres orang pasti malas pakai. Tapi kalau kartun malah bisa untuk santai bahkan untuk ke mal juga bisa. Elegan, desainnya tidak terlalu serius. Saya lihat malah untuk lari-lari jogging sehingga secara nggak langsung jadi ajang kampanye,” imbuhnya.
Pengamat sebut ada relawan capres cawapres bayaran
Menanggapi fenomena relawan capres dan cawapres, Pengamat Politik Undip Wahid Abdulrahman menyebut hal itu merupakan gejala selama 3 pemilu terakhir. Wahid menuturkan ada pihak yang benar-benar membentuk organisasi relawan karena adanya ikatan ideologi atau sentimen tertentu.
“Misalnya karena ideologi yang sama dan ikatan kedaerahan. Itu biasanya betul-betul relawan tanpa ada tendensi untuk mendapat feedback. Contoh misalnya relawan jaringan santri. Itu kemarin 2019 muncul banyak sekali relawan karena persoalan ideologis, sehingga mereka tidak mendapat bayaran, bahkan mengeluarkan uang sendiri, seperti Kyai Ma’aruf Amin saat menjadi cawapres,” ujar Wahid.
BACA JUGA: Safari Politik ke Semarang, Kaesang Gandeng Kelompok Relawan Jokowi, Kampanyekan RUU Perampasan Aset
Lebih lanjut, model relawan capres cawapres lainnya yang kini muncul ialah bayaran dan dibentuk oleh partai politik secara sengaja. Hal itu menurut Wahid untuk meningkatkan elektabilitas paslon tertentu.
“Ada juga relawan yang sengaja ada yang membentuk untuk menarik perhatian pemilih yang tidak terjamah parpol. Mulai dari modelnya, mekanisme pembentukannya, deklarasinya, sehingga terkesan relawan itu menimbulkan atensi publik yang mampu meningkatkan elektabilitas,” jelasnya.
Wahid mengungkap, fenomena relawan di Indonesia sebagai pembentukan mesin politik di luar parpol. Sehingga, lanjut Wahid, tujuan pembentukan relawan ialah untuk menyentuh pemilih yang tak terjamah parpol.
Membentuk kelompok relawan butuh modal besar
“Ikatan pemilih dengan partai di Indonesia itu lumayan longgar, hanya sedikit yang punya ikatan, menjadi simpatisan, apalagi menjadi anggota parpol. Maka kemudian butuh relawan, persoalannya ternyata tidak mudah dan murah. Ini pentingnya, pembiayaan politik di luar parpol sekarang menjadi terasa di Pilpres kali ini. Apalagi kalau sekarang ada organisasi relawan yang kemudian mendapat hadiah jabatan,” jelasnya.
Semakin banyak relawan suatu paslon yang memberi kesan ‘terbentuk dengan sempurna’, lanjutnya, maka semakin kental kampanye itu dengan modal yang besar.
“Ini menjadi hutan rimba, semakin diminati karena aturannya longgar, jaringannya bisa cepat terbentuk karena tidak disibukkan oleh parpol yang mengurus Pileg,” tandas Wahid. (*)
Reporter: Made Dinda Yadnya Swari, Elly Amaliyah, Fadia Haris Nur Salsabila
Editor: Ricky Fitriyanto